Setelah lima tahun bekerja, Ian menghadapi dilema. Sang istri yang selama ini selalu mendukung perjalanan hidup dan karirnya baru saja melahirkan.
Durasi perjalanan pulang pergi ke tempat kerja dan pekerjaan yang terkadang mengharuskan Ian lembur, membuatnya jarang bertemu istri dan anak.
Ia lantas memutuskan pindah ke pabrik lain yang lokasinya lebih dekat dari rumah, hanya 10 menit dengan sepeda dari rumahnya.
Selama enam tahun, Ian bekerja di pabrik yang memproduksi tutup botol plastik itu.
Tantangan baru pun muncul. Mesin di pabrik tersebut menggunakan instruksi dalam huruf kanji, yang tidak ia kuasai.
Namun, dengan tekad untuk belajar, ia menyiasatinya dengan mencatat dan menerjemahkan tulisan kanji tersebut ke dalam Bahasa Indonesia agar bisa mengoperasikan mesin.
Sambil bekerja di pabrik kedua, Ian mulai merintis jalan menuju mimpinya.
Ia mendapat tawaran mengelola bar milik kakak iparnya.
"Saya ditawarin buka bar waktu awal mulanya. Di bar ini punyanya kakak ipar, sudah mau habis kontrak. Waktu itu masih ada sisa lima bulan. Di situ akhirnya saya yang jaga, daripada enggak dipakai," terang Ian.