Menurut Koji Kamizasa dari dinas pariwisata Miyoshi, "Hare to Ke merupakan bagian dari kisah yang lebih luas, di mana daerah pinggiran Jepang merebut kembali masa depannya, bukan melalui pariwisata mewah, tapi dengan menciptakan keintiman, pengalaman yang sederhana dan sangat lokal."
Contohnya, penginapan itu menawarkan kelas memasak musiman, di mana penduduk setempat mengajarkan para tamu menyiapkan makanan dengan bahan-bahan yang ditanam langsung di daerah itu.
Selain itu, setiap pekan kedua tiap bulan, Miyoshi menggelar pasar malam.
Di sana, penduduk tak hanya menjual makanan, tapi juga mengajarkan para pengunjung mengenai Awa Odori, tari tradisional Tokushima.
Para tamu yang tertarik dengan sejarah tempat ini juga tak boleh melewatkan Festival Musim Panas Gunung Tsurugi yang diadakan tiap tahun.
Festival itu merupakan ritual suci yang diyakini sudah ada sejak lebih dari 900 tahun lalu.
Berlokasi di puncak gunung setinggi 1.955 meter, festival itu mencakup prosesi dramatis; para penduduk yang mengenakan jubah putih menggotong kuil portabel alias mikoshi menaiki jalan setapak gunung yang curam.
Nyanyian mereka menggema di tengah hutan, diiringi suara flute dan drum.
Ketika Miyoshi terus mengalami masalah pengurangan populasi, acara-acara yang menarik perhatian pendatang seperti ini tak hanya bisa melestarikan identitas budaya mereka, tapi juga memperkenalkan tradisi kawasan itu yang tak pernah mati.
Tempat-tempat wisata di sekitar daerah itu, seperti Iya Valley dan jembatan Kazura yang terkenal juga bisa menarik perhatian para pencinta alam.
Banyak pelancong yang berkunjung ke lokasi-lokasi itu menginap di Hare to Ke, yang kemudian menjadi markas untuk refleksi dan petualangan mereka.
Bagi masyarakat sekitar, Hare to Ke lebih dari sekadar tempat menginap. Hare to Kare juga menjadi tempat kenangan lama muncul kembali, dan kenangan baru diciptakan.
"Satu hari, seorang perempuan berusia 80-an tahun datang bersama keponakannnya. Dia membuka album kelulusan zaman dulu dan menunjuk foto dirinya sewaktu masih muda sembari berkata, 'Itu saya!' Dia sangat senang," kenang Uemoto.
"Bahkan mantan kepala sekolah juga pernah berkunjung lagi. Sekolah ini bukan hanya bangunan. Sekolah ini menyimpan kisah orang-orang."
"Itulah mengapa merenovasi tempat ini merupakan tanggung jawab besar. Namun, saya senang, kami menciptakan tempat yang bisa mereka datangi kembali," katanya.
Sumber:
View this post on Instagram