Komunikasi itu penting banget untuk hubungan kita di kantor, dengan teman, bahkan dalam interaksi sehari-hari.
Tapi, di Jepang, ada banyak aturan tak tertulis yang bikin cara orang mengekspresikan diri jadi kompleks.
Apalagi untuk orang asing, salah satu aturan ini yaitu tatemae kelihatan gampang tapi ternyata tidak mudah dikuasai.
Artikel ini bakal membahas apa itu tatemae berdasarkan pengalaman pribadi, bedanya dengan konsep lain, dan strategi praktis biar kamu bisa menguasainya tanpa salah langkah.
Dinamika sosial Jepang sering kali menyeimbangkan dua ide yang saling melengkapi:
Selain itu, ada juga istilah omoiyari (思いやり) yaitu pertimbangan terhadap orang lain”) dan kidzukai (気遣い) artinya memperhatikan posisi seseorang.
Kedua hal itu menunjukkan nilai budaya yang mengutamakan rasa saling hormat.
Tapi, tatemae ini beda sendiri karena dia memformalkan jarak antara apa yang dirasakan dan apa yang diucapkan.
Kata tatemae secara harfiah artinya “fasad yang kamu bangun.”
Bayangkan saja sebagai topeng sopan santun yang dirancang untuk meredakan potensi gesekan.
Konsep tatemae sekilas mungkin terdengar manipulatif.
Namun, tatemae sebenarnya berakar dari keinginan untuk menjaga kekompakan kelompok, sesuatu yang banyak budaya juga punya, tapi di Jepang ini lebih menonjol.
Baca juga:
楽しかったですね、また来ましょう
"Tadi seru deh, ayok kita datang lagi kapan-kapan!”
Di banyak budaya, ajakan seperti ini menunjukkan niat tulus. Tapi di Jepang, sering kali cuma berfungsi sebagai bentuk kesopanan saja.
Ada rekan kerja saya yang dibesarkan di lingkungan yang lebih blak-blakan dengan pengaruh Amerika pernah menganggap ini beneran.
Setelah karaoke dan makan malam yang seru, dia kirim pesan ke orang yang selenggarakan acara, “Kapan kita pergi lagi?”
Jawabannya? Bingung. Enggak ada rencana tersembunyi, cuma tatemae yang sopan.
考えておきます
"Saya akan mempertimbangkannya."
Frasa ini bisa berarti pertimbangan serius atau penolakan halus.
Kalau kamu mengajak kenalan ke pesta lalu mereka menjawab “kangaete okimasu”, jangan kaget kalau mereka diam-diam enggak datang daripada bilang terang-terangan.
Itu cara yang lebih halus untuk bilang “tidak” tanpa bikin salah satu pihak malu.
Tatemae itu bukan penipuan, tapi penjaga keharmonisan.
Orang Jepang saling melindungi perasaan dan menjaga solidaritas kelompok dengan menghindari penolakan yang kasar atau kritik yang pedas.
Lama-lama, kamu bakal belajar membaca maksud tersirat. Perhatikan konteksnya:
Kalau kamu curiga ada tatemae, jangan memaksa untuk detail. Sebaliknya, balas saja kesopanan mereka:
Pendekatan ini mengakui kesopanan mereka tanpa memaksakan komitmen yang canggung.
Saya pernah bekerja lingkungan yang koleganya sering berbicara blak-blakan agar enggak ada salah paham.
Dari situ, saya sadar kalau tatemae ini memang tricky tapi bukan berarti enggak bisa diatasi.
Kuncinya adalah jangan terlalu memikirkan setiap kalimat sopan.
Kecuali ada komitmen jelas (misalnya, tanggal dan waktu), anggap saja banyak kesopanan sosial itu cuma isyarat niat baik, bukan perjanjian.
Pada akhirnya, memahami tatemae bakal bikin pengalamanmu di Jepang makin kaya.
Hal ini salah satu bagian dari cakupan budaya yang lebih luas termasuk untuk omoiyari, honne, dan kidzukai; semuanya menekankan empati, rasa hormat, dan harmoni sosial.
Jadi, saat lain kali kamu mendengar "また来ましょう" (mata kimashou/Ayo datang lagi) senyum saja, nikmati momennya, dan tahu kalau kamu bagian dari percakapan yang punya banyak nuansa.
Selamat menikmati perjalananmu di Jepang dan nikmati senyuman di permukaan serta koneksi yang lebih dalam yang mereka sembunikan.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Mei 2025)
View this post on Instagram