Saya duduk di meja bar sendirian, mengamati seorang koki tua yang sibuk menyiapkan pesanan di dapur.
Di sebelah saya, ada seorang pekerja kantoran baru saja menerima pesanan yang sama.
Matanya sedikit membesar, dia mengangguk-angguk kecil, lalu dengan suara mantap berkata, "Umai!" (うまい!).
Saya terkejut karena sejak kecil diajarkan untuk makan dengan tenang dan sopan.
Namun, anehnya, itu tidak mengganggu saya.
Ketika saya mencoba suapan pertama, tanpa sadar saya ikut mengangguk. Rasanya memang enak.
Saya tidak mengucapkan apa-apa, tetapi dalam hati saya setuju dengan reaksi orang tersebut.
Di Jepang, ekspresi saat makan bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga bentuk penghargaan.
Sebelum datang ke Jepang, saya terbiasa makan dalam diam. Jika makanan enak, saya cukup menikmatinya tanpa perlu berlebihan.
Namun di sini, orang-orang menunjukkan kepuasan mereka dengan spontan.
Mereka tidak malu berteriak "Oishii!" (おいしい!) dengan semangat atau "Umai!" (うまい!) dengan suara tegas.
Setiap ekspresi saat makan adalah bentuk penghargaan. Menghargai siapa? Banyak hal.
1. Menghargai Orang yang Mengajak Makan
Di Jepang, jika kamu diajak makan bersama, itu berarti mereka menganggap kamu bagian dari lingkaran sosial mereka.
Dengan menunjukkan ekspresi puas, kamu ikut menghargai momen tersebut. Jika kamu hanya diam, kesannya kamu tidak menikmati kebersamaan itu.
2. Menghargai Orang yang Memasak
Baik itu koki di restoran atau orang rumah yang memasak untuk kamu, menunjukkan ekspresi puas adalah cara sederhana untuk menghargai kerja keras mereka.
3. Menghargai Makanan Itu Sendiri
Jepang memiliki filosofi bahwa makanan adalah sesuatu yang harus diapresiasi, bukan sekadar untuk mengenyangkan.
Bahkan, dalam beberapa budaya tradisional, makanan dianggap sebagai anugerah yang tidak boleh disia-siakan.
Ini bukan hanya “memang kebudayaan mereka seperti itu,” tetapi ada nilai yang lebih dalam di baliknya.
Baca juga:
Namun, seiring waktu, tanpa sadar saya mulai terpengaruh.
Kecuali jika makanannya benar-benar enak, paling-paling ekspresi mereka hanya geleng-geleng kepala sambil berkata, "Gila, enak banget."
Wanita mungkin lebih ekspresif, tetapi tetap saja berbeda dengan orang Jepang yang hampir selalu memberikan reaksi di setiap suapan.
Suatu ketika, saya makan sushi di sebuah restoran sushi di Tokyo.
Potongan toro yang lembut langsung lumer di mulut, dan sebelum saya bisa menahan diri, saya berkata, "Wah, enak banget."
Teman saya yang orang Jepang hanya tertawa kecil dan berkata, "Tuh kan, kamu sudah mulai seperti orang Jepang."
Saya tidak bisa menyangkal, karena itu benar-benar refleks.
Saya menyadari bahwa makanan di Jepang bukan hanya sesuatu yang kamu konsumsi, tetapi juga sesuatu yang kamu alami.
Awalnya saya tidak sadar ikut kebiasaan ini, tetapi sekarang? Saya mulai melakukannya dengan kesadaran penuh.
Selain ekspresi, ada banyak kebiasaan makan di Jepang yang ternyata bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga memiliki makna, sebagai berikut:
1. Jangan Meninggalkan Nasi di Piring (ご飯を残さない)
Saya pernah mendengar bahwa ini berkaitan dengan ajaran lama di mana makanan adalah sesuatu yang berharga.
Jika kamu meninggalkan nasi, berarti kamu dianggap tidak bersyukur. Ini berbeda dengan di Indonesia, di mana sisa nasi kadang dianggap biasa saja.
2. Suara Nyeruput Itu Wajar, Bahkan Dianjurkan (麺をすするのは普通)
Bahkan, jika kamu memakan soba dengan terlalu halus, orang Jepang justru akan heran.
3. Makan Sushi Sekali Suap (寿司は一口で食べる)
Sushi dibuat dalam ukuran yang pas untuk sekali suapan, dan jika kamu memakannya setengah-setengah, kamu kehilangan keseimbangan rasa yang sudah disiapkan oleh koki.
4. Tidak Ada Basa-Basi Berlebihan Saat Makan (食事中は無駄話をしない)
Bukan karena tidak ramah, tetapi karena mereka menghormati waktu kamu dan waktu pelanggan lain.
Konten ditulis oleh Karaksa Media Partner (Maret 2025)
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram