Ketika bertanya kepada teman Jepang, mereka menyarankan “悪いイメージ” (warui imeeji), yang berarti “citra buruk”.
Mereka sepakat bahwa frasa ini lebih tepat dan tidak sekeras “汚名”.
Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa saya juga tidak sepenuhnya bebas dari kesalahan.
Layanan terjemahan memang menyarankan kata “stigma”, tetapi jika saya menerjemahkan balik, “汚名” dalam bahasa Inggris juga berarti “dishonor” (aib) dan “stain” (noda).
Seharusnya ini menjadi tanda bahaya bagi saya.
Belakangan, seorang kolega senior menyarankan saya menggunakan “偏見” (henken) yang berarti “prasangka”.
Meskipun saya memahami alasannya, saya merasa “prasangka” memiliki makna lebih kuat dan sering kali mengarah pada kelompok tertentu, seperti ras atau agama.
Akhirnya, saya memilih tetap menggunakan “悪いイメージ” (citra buruk) karena dalam kasus ini, kesederhanaan adalah solusi terbaik.
Apa yang saya pelajari dari pengalaman ini? Kesalahan adalah bagian alami dari pembelajaran.
Saya memang kecewa saat menyadari bahwa saya menggunakan kata dengan konotasi negatif yang tidak saya maksudkan, tetapi saya juga menemukan alternatif yang lebih baik.