Bagi banyak karyawan, perjalanan ke tempat kerja menjadi rutinitas sehari-hari yang tidak bisa dihindari. Biaya transportasi pun bisa menjadi pengeluaran yang cukup besar.
Karyawan di Jepang mendapatkan tunjangan transportasi atau di Indonesia sering disebut uang transportasi demi meringankan beban itu.
Setelah bekerja di Jepang dan Indonesia, saya melihat perbedaan cukup mencolok dalam sistem tunjangan transportasi antara dua negara tersebut.
Tidak ada aturan hukum yang mewajibkan perusahaan memberikan tunjangan transportasi kepada karyawan di Jepang.
Namun, pada praktiknya, sebagian besar perusahaan tetap memberikan tunjangan ini terutama untuk karyawan tetap.
Perusahaan biasanya menghitung tunjangan berdasarkan rute perjalanan yang paling ekonomis, dengan mempertimbangkan tarif, waktu tempuh, dan jarak.
Transportasi umum menjadi pilihan utama di kota besar seperti Tokyo sehingga sistem ini berjalan cukup efisien.
Dalam pengalaman saya bekerja di Jepang, tunjangan transportasi yang diberikan perusahaan sepenuhnya menutupi biaya transportasi umum.
Perusahaan saya memberikan tunjangan ini setiap enam bulan sekali, karena kartu langganan transportasi enam bulan lebih hemat dibanding membeli tiket harian atau bulanan.
Baca juga:
Sistem tunjangan transportasi di Indonesia sangat berbeda dengan Jepang.
Karyawan biasanya tidak mendapatkan tunjangan berdasarkan biaya transportasi yang mereka keluarkan, melainkan tunjangan berbasis kehadiran.
Misalnya, di perusahaan tempat saya bekerja dulu, karyawan menerima tunjangan transportasi dalam jumlah tetap sesuai dengan jabatan mereka.
Besarnya tunjangan tidak mempertimbangkan jarak tempat tinggal karyawan dari kantor.
Selain itu, tunjangan ini dihitung berdasarkan jumlah hari kerja di kantor.
Jika seorang karyawan hanya masuk 20 hari dalam sebulan, maka ia hanya mendapatkan tunjangan untuk 20 hari tersebut, meskipun biaya transportasi bulanannya lebih tinggi dari itu.
Ada beberapa perbedaan mendasar antara sistem tunjangan transportasi di Jepang dan Indonesia:
Dari sisi karyawan, sistem di Jepang lebih menguntungkan, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari tempat kerja.
Tunjangan yang diberikan memastikan bahwa biaya transportasi sepenuhnya ditanggung perusahaan.
Sebaliknya di Indonesia, sistem tunjangan berbasis kehadiran bisa menguntungkan bagi mereka yang tinggal dekat kantor.
Namun, kurang menguntungkan bagi yang memiliki biaya transportasi tinggi.
Karyawan dengan sistem kerja hybrid atau remote juga cenderung menerima tunjangan lebih sedikit dibanding mereka yang bekerja penuh waktu di kantor.
Baca juga:
Setiap negara memiliki sistem tunjangan transportasi yang berbeda, sesuai dengan budaya kerja dan kebijakan ekonomi masing-masing.
Di Jepang, tunjangan transportasi lebih terstruktur dan transparan, sehingga karyawan tidak perlu khawatir dengan biaya perjalanan ke kantor.
Sementara di Indonesia, sistem tunjangan berbasis kehadiran lebih umum diterapkan, meskipun bisa jadi kurang menguntungkan bagi mereka dengan biaya transportasi tinggi.
Dari pengalaman saya bekerja di kedua negara, sistem di Jepang terasa lebih adil dan praktis karena lebih mempertimbangkan kebutuhan perjalanan karyawan.
Namun, tentu saja, masing-masing sistem punya kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Ulasan di atas disampaikan oleh Ai Rai yang menyukai drama, film, novel, dan komik. Komik favorit mereka sepanjang masa adalah Detective Conan.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Februari 2025)
View this post on Instagram