Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Aturan Cuti Melahirkan di Jepang dan Tunjangannya, Mencapai Rp 50 Juta-an

Kompas.com - 5/Aug/2024, 17:05 WIB
Ilustrasi perempuan hamil di Jepang.
Lihat Foto
Ilustrasi perempuan hamil di Jepang.

Jepang menerima tenaga kerja dari luar negeri termasuk Indonesia salah satunya dengan program Tokutei Ginou (Pekerja Berketerampilan Spesifik).

Semua tempat kerja di Jepang wajib mengikuti berbagai peraturan yang melindungi hak para karyawan termasuk pekerja asing.

Salah satu aturan pekerjaan di sini melindungi hak pekerja yang sedang hamil dan melahirkan.

Simak aturan buat pekerja hamil, cuti melahirkan, sampai tunjangannya melansir "Buku Panduan Hidup dan Bekerja bagi Orang Asing yang Tinggal di Jepang" oleh Kementerian Kehakiman Jepang.

Baca juga: Manfaat Asuransi Kesehatan untuk Pekerja di Jepang, Ada Tunjangan Melahirkan Rp 50 Juta

1. Aturan tentang karyawan hamil

Kalau kamu sedang hamil atau belum melewati satu tahun setelah melahirkan bayi (sedang menyusui), kamu berhak mendapatkan beberapa hak khusus.

Khusus bagi pekerja hamil, kamu berhak pindah ke perkerjaan yang lebih ringan di tempat kerja.

Pekerja hamil dan menyusui juga bisa mendapatkan perubahan jam kerja artinya tidak harus memenuhi jam kerja resmi harian atau mingguan yang ditetapkan oleh undang-undang.

Pekerja yang sedang hamil dan masa nifas juga tidak perlu bekerja di luar jam kerja yang telah ditentukan, tidak bekerja saat hari libur, dan tidak bekerja pada tengah malam.

Tempat kerja memiliki berbagai kewajiban untuk mengakomodasi karyawan hamil dan menyusui.

Pertama, mereka wajib membantu perawatan kesehatan bagi karyawan hamil dan menyusui serta menyediakan waktu bagi mereka untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.

Bila dokter atau bidan dari karyawan hamil memberi arahan tertentu untuknya, kantor harus mengambil langkah agar pekerja itu bisa memenuhi arahan dokter.

Misalnya, perubahan jam kerja atau pemberian keringanan isi kerja.

Tempat kerja juga dilarang memecat karyawan dengan alasan menikah, hamil, atau melahirkan.

Pemberhentian pekerja wanita yang sedang hamil dan menyusui dianggap tidak berlaku.

Namun, keputusan itu bisa saja berlaku bila kantor dapat membuktikan bahwa alasan PHK bukan karena hamil atau melahirkan.

Baca juga: Simak, Begini Cara Pemerintah Jepang Memfasilitasi Ibu Hamil

2. Aturan tentang cuti melahirkan

Perusahaan tidak boleh mempekerjakan perempuan mulai enam minggu sebelum hari perkiraan lahir (HPL) atau 14 minggu bila hamil anak kembar.

Tidak boleh juga mempekerjakan karyawan perempuan sebelum delapan minggu usai melahirkan.

Perusahaan dapat mempekerjakan pekerja perempuan minimal sesudah enam minggu masa nifas.

Syaratnya, karyawan tersebut sudah mengajukan permintaan untuk kembali bekerja, mendapat izin dari dokter, dan bekerja kembali tidak menimbulkan dampak buruk baginya.

Baca juga: Aturan Kerja di Jepang dari Jam Kerja sampai Cuti Tahunan Berbayar

Ilustrasi tangan ibu dan bayi yang baru lahir.
Ilustrasi tangan ibu dan bayi yang baru lahir.

3. Uang tunjangan melahirkan

Uang tunjangan melahirkan di Jepang sebesar 500.000 yen atau Rp 57 juta-an (kurs 5/8/2024) bila ia memiliki Asuransi Kesehatan atau Asuransi Kesehatan Nasional saat melahirkan.

Namun, uang tunjangan melahirkan bagi perempuan dengan periode kehamilan tidak mencapai 22 minggu sebesar 488.000 yen atau Rp 55,5 juta-an.

Besaran uang tunjangan itu juga berlaku bagi perempuan yang melahirkan tanpa bantuan Japan Obstetric Compensation System for Cerebral Palsy.

Terdapat dua sistem pembayaran uang tunjangan melahirkan yaitu diberikan langsung oleh rumah sakit atau klinik sehingga pasien tak perlu membayar biaya rumah sakit secara penuh.

Bisa juga wanita melahirkan yang mengklaim uang tunjangan tersebut lalu memberikannya kepada rumah sakit untuk membayar biaya persalinan.

Pekerja hamil berhak menerima uang tunjangan melahirkan dari kantor dalam waktu mulai dari 42 hari sebelum melahirkan sampai 56 hari setelah melahirkan.

Bila hamil anak kembar maka uang tunjangan diberikan 98 hari sebelum melahirkan.

Syaratnya, ia memiliki Asuransi Kesehatan, libur bekerja karena melahirkan, dan tidak bisa menerima gaji.

Pekerja tak berhak menerima tunjangan melahirkan jika ia tetap mendapatkan gaji dari kantor selama cuti dan jumlahnya lebih besar dari jumlah uang tunjangan melahirkan.

Uang tunjangan melahirkan dari kantor setara dengan 2/3 gaji yang dibayarkan per hari dari Asuransi Kesehatan selama cuti sebelum dan sesudah melahirkan.

Apabila bayi lahir lebih lambat dari HPL, pekerja juga akan mendapatkan tunjangan melahirkan untuk selisih hari tersebut.

Informasi selengkapnya mengenai aturan Biaya Melahirkan dan Jenis Tunjangan dapat dibaca di Moj.go.jp/isa/content/930005838.pdf.

Baca juga: Mengenal Asuransi Kesehatan untuk Pekerja di Jepang, Termasuk Orang Asing

(Kompas.com/Ignatio Edro Humberto Berutu)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Close Ads