Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Worklife

Pola Cuti dan Liburan di Jepang, Diaspora Ini Manfaatkan 1 Bulan buat Lebaran di Indonesia

Kompas.com - 21/01/2025, 19:10 WIB

Aturan kerja di Jepang menawarkan kebijakan cuti cukup menarik bagi para pekerja yaitu mencapai 20 hari per tahun.

Banyaknya jumlah hari cuti berbayar tergantung pada berbagai faktor seperti jam kerja dan tahun bekerja.

Namun, di balik kebijakan ini, ada budaya kerja unik yang memengaruhi bagaimana cuti dimanfaatkan.

Aya, marketing perusahaan manufaktur di Prefektur Ibaraki, membagikan pengalamannya terkait caranya memanfaatkan cuti.

Jumlah Cuti Meningkat Sesuai Tahun Kerja

Aya mendapatkan cuti tahunan beberapa bulan setelah resmi bekerja sebagai pekerja tetap di perusahaan tempatnya bekerja kini. Namun, ia sudah tidak ingat berapa bulan tepatnya.

Menurut Aya yang sedang menjalani tahun ke-7 di perusahaan ini, cuti didapatkan sekaligus pada awal tahun tepatnya Januari.

"Terus setiap tahun meningkat, sesuai dengan tahun kerja. Sampai mentok aku dapat 20 hari," jelas Aya yang bekerja 40 jam per minggu ini.

Namun, ada batasan jumlah cuti yang bisa disimpan yati maksimal 40 hari.

"Ini contoh aja ya. Januari tahun pertama aku dapat 20 hari cuti, Januari tahun kedua dapat lagi 20 hari. Kalau aku nggak ambil cuti sama sekali, kan di tahun ketiga masih ada saldo 40 hari cuti. Nah, di tahun ketiga itu aku nggak dapat tambahan hari cuti," terang Aya.

Baca juga:

Ilustrasi persawahan di Jawa Tengah, Indonesia.
Ilustrasi persawahan di Jawa Tengah, Indonesia.

Memanfaatkan Cuti agar Work-Life Balance

Bagi Aya cuti menjadi peluangnya untuk bersosialisasi di luar pekerjaan, melakukan hobinya bermain ski, sampai Lebaran di Indonesia.

“Aku pernah ambil cuti sampai satu bulan penuh. Tapi, itu nggak full cuti, sekitar 3 minggu cuti dan ditambah 1 minggu ada hari-hari libur biasa," ujar Aya.

Selama satu bulan itu, ia pulang kampung ke Indonesia untuk merayakan Lebaran.

Sekitar 2 hingga 3 tahun pertama, tidak ada partner pada divisi Aya sehingga ia menyelesaikan dulu pekerjaannya baru cuti. Sekarang, ia dapat membagi pekerjaan dengan rekan satu timnya.

Selain itu, Aya juga membuat pesan email otomatis dengan pesan ia sedang libur dan kapan kembali bekerja.

Rekan kerja atau pelanggan yang mengirimnya email bakal mendapatkan balasan otomatis itu, membantu mereka memahami situasi Aya.

Namun, menurut Aya yang beberapa kali mengambil cuti untuk keperluan rekreatif, alasan ini tidak familiar untuk rekan kerjanya yang orang Jepang.

Mereka cenderung lebih memilih mengambil cuti untuk alasan yang dianggap penting, seperti keperluan keluarga atau kesehatan. 

Pasalnya, ada perasaan tidak ingin merepotkan orang lain.

“Waktu aku bilang ke rekan kerja Jepang bahwa aku mau cuti untuk liburan, mereka terlihat kaget. Buat mereka, cuti lebih sering digunakan untuk urusan serius, bukan sekadar untuk main,” cerita Aya sambil tertawa.

Ilustrasi pekerja di Jepang menunggu kereta di stasiun.
Ilustrasi pekerja di Jepang menunggu kereta di stasiun.

Dukungan Perusahaan dalam Pemanfaatan Cuti

Meski ada budaya untuk mengambil cuti untuk keperluan penting atau mendesak, beberapa perusahaan di Jepang menunjukkan dukungan karyawan agar mengambil cuti mereka.

“Bosku mendorong para karyawannya menggunakan cuti,” kata Aya.

Dukungan seperti ini membantu pekerja asing yang ingin memanfaatkan hak cuti mereka tanpa rasa khawatir atau bersalah. 

Di perusahaan tempat Aya bekerja, ia harus mengajukan cuti secara tertulis. Dulu, karyawan harus menulis alasan mengajukan cuti.

"Misalnya mau ada urusan apa, mau ke mana, atau sakit apa. Tapi sekitar 2-3 tahun belakangan udah berubah. Tetap ada kolom alasan cuti tapi boleh diisi, boleh nggak diisi," terang Aya yang mendapatkan pekerjaan melalui Hello Work ini.

Aturan Cuti di Jepang

Melansir "Buku Panduan Kondisi Kerja untuk Warga Asing yang Bekerja di Jepang", ketentuan cuti tahunan berbayar ditulis dalam Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan Pasal 39 dan Pasal 136.

Tertulis bahwa pemberi kerja wajib memberikan hak cuti tahunan kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal enam bulan secara berturut-turut.

Pekerja juga harus memenuhi syarat tingkat kehadiran kerja sebanyak 80 persen atau lebih dari total hari kerja.

Cuti tahunan diberikan kepada pekerja dengan jumlah hari kerja tertentu per minggu.

Sementara itu, jumlah hari cuti bervariasi tergantung pada masa kerja bagi orang yang bekerja 5 hari atau lebih per minggu atau total jam kerja minimal 30 jam per minggu.

Berikut tabel hak cuti berdasarkan jumlah tahun bekerja secara berturut-turut:

Masa Kerja Jumlah Cuti
0,5 tahun 10 hari
1,5 tahun 11 hari
2,5 tahun 12 hari
3,5 tahun 14 hari
4,5 tahun 16 hari
5,5 tahun 18 hari
6,5 tahun atau lebih 20 hari

Sementara itu, bagi pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 30 jam per minggu, jumlah cuti tahunan berdasarkan jumlah hari kerja per minggu dan total hari kerja per tahun, seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Jumlah Hari Kerja per Minggu Jumlah Hari Kerja per Tahun Masa Kerja Jumlah Cuti
4 hari 169 - 216 hari 0,5 tahun 7 hari
    1,5 tahun 8 hari
    2,5 tahun 9 hari
    3,5 tahun 10 hari
    4,5 tahun 12 hari
    5,5 tahun 13 hari
    6,5 tahun atau lebih 15 hari
3 hari 121 - 168 hari 0,5 tahun 5 hari
    1,5 tahun 6 hari
    2,5 tahun 6 hari
    3,5 tahun 8 hari
    4,5 tahun 9 hari
    5,5 tahun 10 hari
    6,5 tahun atau lebih 11 hari
2 hari 73 - 120 hari 0,5 tahun 3 hari
    1,5 tahun 4 hari
    2,5 tahun 4 hari
    3,5 tahun 5 hari
    4,5 tahun 6 hari
    5,5 tahun 6 hari
    6,5 tahun atau lebih 7 hari
1 hari 48 - 72 hari 0,5 tahun 1 hari
    1,5 tahun 2 hari
    2,5 tahun 2 hari
    3,5 tahun 2 hari
    4,5 tahun 3 hari
    5,5 tahun 3 hari
    6,5 tahun atau lebih 3 hari

Jika permohonan cuti tahunan pada tanggal yang diajukan oleh pekerja dapat mengganggu kelancaran operasional perusahaan, pemberi kerja memiliki hak untuk menyesuaikan tanggal cuti tersebut.

Selain itu, melalui kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja, dapat diterapkan sistem cuti tahunan terencana yang memungkinkan pengambilan cuti lebih dari 5 hari dari jumlah cuti tahunan yang telah diberikan.

Kesepakatan serupa juga dapat memungkinkan pekerja untuk mengambil cuti tahunan secara fleksibel hingga hitungan jam, dengan total setara lima hari cuti.

Pemberi kerja diwajibkan untuk memastikan bahwa pekerja mendapatkan minimal 5 hari cuti tahunan dalam 1 tahun bagi mereka yang memiliki hak cuti berbayar tahunan sebanyak 10 hari atau lebih.

Hak cuti tahunan ini akan hangus jika tidak digunakan dalam waktu dua tahun sejak tanggal berlakunya hak tersebut.

Pemberi kerja juga dilarang melakukan tindakan yang merugikan pekerja yang memanfaatkan hak cuti tahunan mereka.

Sejumlah pekerja berjalan di depan Pintu Keluar Utara Marunouchi Stasiun Tokyo.
Sejumlah pekerja berjalan di depan Pintu Keluar Utara Marunouchi Stasiun Tokyo.

Pola cuti di Jepang mencerminkan gabungan antara fleksibilitas kebijakan dan budaya kerja yang kuat.

Dengan perencanaan yang matang dan komunikasi yang baik, cuti dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menjaga keseimbangan hidup dan kerja.

Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bagi pekerja asing yang ingin memahami dan beradaptasi dengan budaya kerja Jepang, sambil tetap menghargai hak-hak mereka.

Sumber: Buku Panduan Kondisi Kerja untuk Warga Asing yang Bekerja di Jepang (https://www.mhlw.go.jp/content/001199842.pdf)

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.