“Waktu aku bilang ke rekan kerja Jepang bahwa aku mau cuti untuk liburan, mereka terlihat kaget. Buat mereka, cuti lebih sering digunakan untuk urusan serius, bukan sekadar untuk main,” cerita Aya sambil tertawa.
Meski ada budaya untuk mengambil cuti untuk keperluan penting atau mendesak, beberapa perusahaan di Jepang menunjukkan dukungan karyawan agar mengambil cuti mereka.
“Bosku mendorong para karyawannya menggunakan cuti,” kata Aya.
Dukungan seperti ini membantu pekerja asing yang ingin memanfaatkan hak cuti mereka tanpa rasa khawatir atau bersalah.
Di perusahaan tempat Aya bekerja, ia harus mengajukan cuti secara tertulis. Dulu, karyawan harus menulis alasan mengajukan cuti.
"Misalnya mau ada urusan apa, mau ke mana, atau sakit apa. Tapi sekitar 2-3 tahun belakangan udah berubah. Tetap ada kolom alasan cuti tapi boleh diisi, boleh nggak diisi," terang Aya yang mendapatkan pekerjaan melalui Hello Work ini.
Melansir "Buku Panduan Kondisi Kerja untuk Warga Asing yang Bekerja di Jepang", ketentuan cuti tahunan berbayar ditulis dalam Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan Pasal 39 dan Pasal 136.
Tertulis bahwa pemberi kerja wajib memberikan hak cuti tahunan kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal enam bulan secara berturut-turut.
Pekerja juga harus memenuhi syarat tingkat kehadiran kerja sebanyak 80 persen atau lebih dari total hari kerja.