Di Jepang, membersihkan meja kerja sebelum pulang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Bagi banyak orang, aktivitas ini bukan sekadar soal kebersihan, melainkan wujud omoiyari (思いやり), sebuah konsep budaya yang menekankan kepedulian pada orang lain.
Dari ruang kelas hingga kantor modern, nilai ini tumbuh menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang menciptakan suasana kerja lebih harmonis.
Baca juga:
Kebiasaan bersih-bersih di kantor berawal dari protokol kesehatan saat pandemi.
Saat itu, disinfektan, tisu basah, hingga cairan pembersih tersedia di setiap meja kerja.
Lambat laun, rutinitas ini bertahan dan menjadi kebiasaan.
Karyawan tidak hanya mengelap meja pribadi, tetapi juga merapikan kursi dan membersihkan area bersama sebelum meninggalkan kantor.
Tindakan sederhana itu dipandang sebagai bentuk estafet kepedulian.
Seseorang meninggalkan ruang kerja yang bersih untuk orang berikutnya.
Semangat inilah yang kemudian diperkuat lewat kampanye 「思いやりのリレー運動」(Relay Omoiyari) dari National Institute of Youth Education.
Kampanye tersebut mengajak masyarakat menjaga fasilitas umum tetap bersih agar bisa digunakan dengan nyaman oleh orang lain.
Berbeda dengan empati atau simpati yang berfokus pada perasaan, omoiyari lebih menekankan pada tindakan nyata.
Hal-hal kecil yang dilakukan dengan tulus dapat memberi dampak besar pada kenyamanan bersama.
Sejak kecil, anak-anak di Jepang sudah diperkenalkan pada nilai ini.
Di sekolah dasar, siswa terbiasa membersihkan ruang kelas, toilet, hingga fasilitas olahraga setiap hari.
Tidak ada petugas kebersihan khusus, karena semua murid ikut bertanggung jawab.
Kegiatan ini menjadi bagian dari kurikulum “特別の教科 道徳” (Tokubetsu no Kyōka Dōtoku atau Pendidikan Moral Khusus).
Melalui kurikulum tersebut, siswa belajar cara menunjukkan omoiyari dan rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari.
Saat mereka dewasa dan memasuki dunia kerja, nilai ini terbawa secara alami ke lingkungan kantor.
Di Indonesia, pemandangan gelas kopi atau piring bekas makan yang tertinggal di meja kantor bukan hal yang asing.
Sebagian orang menilai lebih efisien bila tugas ini dikerjakan staf khusus, sementara karyawan cukup fokus pada pekerjaan utama.
Namun, praktiknya berbeda di Jepang.
Semua orang ikut serta menjaga kebersihan kantor.
Peran staf kantor seperti office attendant menjadi lebih ringan karena tanggung jawab dibagi bersama.
Bagi orang Jepang, omoiyari berarti tidak membebani orang lain dengan sesuatu yang bisa dilakukan sendiri.
Dari sini terlihat bagaimana kebersihan bukan hanya tugas, melainkan bagian dari tanggung jawab kolektif.
Bagi orang asing yang bekerja di Jepang, menerapkan omoiyari bisa dimulai dari kebiasaan kecil.
Seperti pepatah mengatakan, “When in Rome, do as the Romans do,” beradaptasi dengan budaya lokal akan mempermudah kehidupan sehari-hari.
Beberapa hal sederhana yang bisa dilakukan antara lain membawa tisu disinfektan, mengelap meja sebelum pulang, membersihkan meja makan atau ruang rapat setelah digunakan, serta memastikan tidak ada sampah kecil yang tertinggal.
Dengan membiasakan diri melakukan hal-hal kecil ini, Anda tidak hanya menjaga kebersihan, tetapi juga menunjukkan kepedulian pada rekan kerja.
Kebiasaan membersihkan meja kerja dan area bersama hanyalah satu contoh bagaimana omoiyari hadir dalam keseharian orang Jepang.
Nilai ini diperkuat oleh pendidikan moral sejak dini dan kampanye publik.
Budaya ini kemudian membentuk harmoni sosial tanpa perlu aturan ketat.
Mengintegrasikan omoiyari dalam pikiran dan tindakan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, penuh rasa saling menghargai, dan bermanfaat untuk semua orang.
Kebiasaan sederhana yang dilakukan bersama-sama pada akhirnya bisa melahirkan budaya kerja yang lebih sehat dan harmonis.
Ulasan oleh Nana, WNI yang tinggal di Jepang. Dia merasa nyaman dengan cokelat dan suasana tenang, tetapi sering ditemani oleh pikiran larut malam.
Konten oleh Karaksa Media Partner (Agustus 2025)
Sumber:
View this post on Instagram