Bekerja di Jepang menjadi impian banyak warga Indonesia, terutama di sektor kantoran atau white-collar.
Mereka datang dengan bekal bahasa Jepang, pengalaman kerja, dan semangat tinggi. Namun, tidak sedikit yang mengalami penolakan sejak tahap awal seleksi.
Meski kualifikasi dan semangat mereka tinggi, banyak pelamar asal Indonesia gagal pada tahap pertama karena kesalahan yang tampak sepele.
Di Jepang, format dan bahasa dalam surat lamaran kerja dianggap sama pentingnya dengan isi dokumen itu sendiri.
Berikut lima kesalahan umum yang sering terjadi dalam surat lamaran kerja orang Indonesia di Jepang.
Baca juga:
Salah satu kesalahan paling umum adalah mengirimkan resume bergaya Barat.
Resume ini biasanya tanpa foto, menggunakan tata letak bebas, dan memakai font yang tidak formal.
Di Jepang, perusahaan menganggap hal ini sebagai tanda kurang paham budaya kerja setempat.
Format CV Jepang, yang dikenal dengan sebutan rirekisho, mengikuti struktur yang sangat spesifik.
Beberapa perusahaan bahkan masih meminta CV yang ditulis tangan.
Solusinya, gunakan template rirekisho standar yang banyak tersedia secara daring.
Hindari memodifikasi tata letak secara berlebihan. Dengan begitu, pelamar menunjukkan bahwa ia memahami etika kerja Jepang sejak awal proses rekrutmen.
Banyak pelamar menulis surat lamaran (shibō dōki) dengan gaya bahasa yang terlalu santai atau terlalu fokus pada perasaan pribadi.
Padahal, perusahaan Jepang mengharapkan surat lamaran yang formal, rapi, dan menunjukkan pemahaman terhadap perusahaan.
Contoh yang sebaiknya dihindari adalah kalimat seperti “Saya ingin bekerja di Jepang karena suka dengan budayanya.”
Alasan ini dianggap lemah karena tidak menunjukkan pemahaman terhadap misi perusahaan.
Pihak HRD di Jepang sering menolak surat lamaran yang dinilai kurang memiliki kigyō rikai atau pemahaman terhadap perusahaan.
Surat lamaran yang baik justru menyoroti kontribusi yang bisa diberikan kepada perusahaan dan relevansi pengalaman pelamar.
Kesalahan lain yang sering dilakukan adalah mengirim CV dan surat lamaran yang sama ke semua perusahaan, tanpa menyesuaikan dengan deskripsi pekerjaan.
Di Jepang, perusahaan mengharapkan pelamar menyesuaikan dokumen mereka dengan isi lowongan.
Ini mencakup menyebutkan bagian tertentu dari deskripsi pekerjaan dan menjelaskan pengalaman atau proyek terdahulu yang relevan.
Pendekatan ini sangat penting, terutama di industri white-collar seperti teknologi informasi, keuangan, atau manufaktur.
Tanpa penyesuaian, lamaran akan dianggap generik dan kurang serius.
Banyak pelamar tidak menyertakan hal-hal yang dianggap penting dalam budaya kerja Jepang, seperti foto formal atau estimasi waktu perjalanan dari rumah ke kantor.
Selain itu, menggunakan foto selfie atau berpakaian kasual dalam CV bisa langsung menjadi alasan penolakan.
Perusahaan Jepang lebih menghargai pelamar yang memperhatikan detail, termasuk tata letak, jenis huruf, dan struktur informasi.
Hal kecil seperti ini mencerminkan kesungguhan pelamar dan pemahaman mereka terhadap nilai-nilai profesionalisme di Jepang.
Di Indonesia, pelamar diajarkan untuk “menjual diri” dan menonjolkan pencapaian. Namun, di Jepang, promosi diri yang terlalu eksplisit bisa dianggap arogan.
Kalimat seperti “Saya kandidat terbaik untuk posisi ini” atau “Saya akan memimpin perusahaan menuju kesuksesan” sebaiknya dihindari.
Gantilah dengan kalimat yang menekankan kerja tim dan kontribusi kolektif, seperti “Saya berharap bisa berkontribusi dalam tim” atau “Saya ingin tumbuh sambil mendukung misi perusahaan.”
Sikap rendah hati, namun tetap menunjukkan kompetensi, lebih dihargai dalam budaya kerja Jepang.
Lamaran kerja di Jepang umumnya terdiri dari dua dokumen utama:
Rirekisho (履歴書): CV standar Jepang
Shokumu Keirekisho (職務経歴書): Ringkasan riwayat pekerjaan yang lebih detail, terutama untuk posisi kantoran (white-collar)
Berbeda dengan di negara Barat, perusahaan Jepang mengharapkan format lamaran kerja yang sangat spesifik.
Beberapa posisi bahkan masih mengharuskan rirekisho ditulis tangan.
Gaya penulisannya konservatif, formal, dan mengikuti etika bisnis Jepang.
Meski kedua dokumen ini umumnya diwajibkan, persyaratannya bisa berbeda tergantung proses rekrutmen masing-masing perusahaan.
Berikut gambaran umum isi yang diharapkan dalam surat lamaran kerja di Jepang:
Informasi pribadi (nama, foto, alamat, kontak)
Riwayat pendidikan (urutan terbalik, dari yang terbaru)
Riwayat pekerjaan
Sertifikasi dan kualifikasi (misalnya, level JLPT)
Alasan melamar kerja (shibō dōki/志望動機)
Waktu tempuh perjalanan dan ketersediaan kerja
Nama perusahaan dan periode kerja
Peran dan tanggung jawab
Pencapaian dan keterampilan
Opsional: hasil proyek, kemampuan perangkat lunak
Banyak pelamar asal Indonesia mengabaikan pentingnya mengikuti format ini secara ketat, terutama saat melamar ke perusahaan besar atau tradisional.
Padahal, struktur dan detail dokumen ini sering menjadi pertimbangan awal dalam proses seleksi.
Banyak pelamar asal Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan dari sisi kemampuan bahasa, pengalaman kerja, dan semangat tinggi.
Namun, tanpa pemahaman yang cukup terhadap ekspektasi HR Jepang, mereka kerap gagal sejak awal.
Beberapa pola yang umum terjadi di kalangan pelamar Indonesia antara lain:
Baru mengetahui standar dokumen setelah beberapa kali ditolak.
Menguasai bahasa Jepang, tetapi tetap gagal karena kesalahan format atau gaya bahasa.
Mereka yang berhasil biasanya mengikuti pelatihan atau mendapat bimbingan khusus dalam membuat rirekisho dan shokumu keirekisho.
Ini menunjukkan bahwa kegagalan banyak terjadi bukan karena kurangnya kemampuan, tetapi karena ketidaksesuaian format dan cara komunikasi.
Dengan memahami kesalahan umum ini, pelamar kerja asal Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk lolos tahap seleksi awal.
Surat lamaran kerja bukan sekadar formalitas, tapi merupakan pintu pertama untuk masuk ke dunia kerja profesional di Jepang.
Baca juga:
Sumber:
Artikel ditulis oleh Karaksa Media Partner (Juli 2025)
View this post on Instagram