Arus laut yang pas, bentuk geografis yang mendukung, serta nutrisi dari banyak sungai membuat kawasan ini jadi habitat ideal bagi ma-anago.
Spesies ini terkenal karena dagingnya yang empuk dan kandungan lemaknya yang tinggi. Tak heran jika masyarakat setempat sangat menggemarinya.
Menariknya, di Prefektur Hyogo, anago bahkan lebih disukai dibanding unagi atau ikan sidat air tawar.
Tapi dalam beberapa tahun terakhir, jumlah tangkapan anago lokal terus menurun.
Perubahan lingkungan, reklamasi lahan, dan penangkapan berlebihan jadi penyebab utamanya.
Kini, sebagian besar pasokan bergantung pada impor dari Korea dan Tiongkok. Sementara itu, anago hasil tangkapan lokal makin jarang dijumpai di pasar.
Namun, yaki anago tetap hadir dalam berbagai momen penting masyarakat setempat.
Di rumah, ikan sidat panggang ini biasanya dimakan langsung dari tusukannya.
Tak jarang juga dijadikan isian makizushi (sushi gulung) atau chirashizushi (sushi campur).