Gyaru, serapan dari kata Bahasa Inggris "gal" atau "girl", lebih dari sekadar tren pakaian.
Subkultur Jepang ini gaya hidup yang ditandai dengan rambut berwarna cerah, riasan tebal, baju yang berani, dan sikap penuh percaya diri.
Konsep gyaru di Jepang berkembang pesat pada 1990-an, menjadi simbol kebebasan berekspresi di tengah norma sosial yang cenderung konservatif.
Melansir Tokyo Weekender, gelombang pertama gyaru dikenal sebagai kogyaru.
Mayoritas adalah siswi sekolah swasta dari kalangan atas yang sengaja memendekkan rok seragam mereka hingga sangat mini.
Pakaian ini tidak hanya dipakai di sekolah, melainkan juga di luar jam pelajaran sebagai bentuk pernyataan mode yang berani.
Mereka memadukannya dengan sepatu pantofel resmi sekolah dan kaus kaki longgar berukuran besar.
Pada pertengahan 1990-an, subkultur gyaru mulai merambah ke masyarakat yang lebih luas, termasuk dari kalangan bawah.
Sebagian besar berkat perubahan "seragam" gyaru yang tidak lagi terpaku pada rok sekolah.
Para gyaru mulai memakai baju yang mengekspos bagian perut, banyak di antaranya berasal dari butik legendaris di pusat perbelanjaan Shibuya 109.
Merek seperti Alba Rosa dengan pakaian bergaya surf dan sepatu berkilau dari Esperanza menjadi favorit mereka.
Uniknya, toko tersebut mempekerjakan para gyaru sebagai staf, yang secara langsung menunjukkan tren terbaru kepada pelanggan mereka.
Mengutip BBC, para gyaru lahir di tengah booming ekonomi Jepang. Mereka menjadi cerminan remaja perkotaan dengan pendapatan lebih yang haus akan perbedaan.
Gaya mereka berevolusi melalui berbagai fase, mulai dari kaus kaki besar dan sepatu hak wedges setinggi lutut, hingga rambut berwarna perak dan kulit yang digelapkan (tanning).
Puncak dari keberanian mereka terlihat pada kelompok Yamamba.
Mereka mengaplikasikan lingkaran eyeshadow putih yang mencolok di sekitar mata, menciptakan efek "panda terbalik".
Kemampuan para gyaru dalam memicu tren baru ini menarik perhatian banyak perusahaan untuk memproduksi produk bagi mereka.
Salah satu ciri khas gyaru yaitu memakai lensa kontak berwarna dan bulu mata palsu.
Kedua benda itu menjadi senjata rahasia gyaru, tetapi kini telah digunakan oleh perempuan pada umumnya.
Bahkan, popularitas lensa kontak berwarna non-resep sempat menjadi isu nasional pada 2008.
Pasalnya, terdapat ratusan laporan kerusakan mata yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi baru.
Baca juga:
Salah satu aspek paling menarik dari gyaru adalah bagaimana gaya mereka bertolak belakang dengan standar kecantikan perempuan Jepang pada umumnya.
Kecantikan tradisional Jepang umumnya mengedepankan kulit cerah, riasan natural, dan penampilan feminin dengan rambut gelap yang tertata rapi.
Gyaru, secara sadar melawan arus ini.
Mereka memilih kulit yang lebih gelap melalui tanning, dan rambut diwarnai pirang atau warna-warna cerah lainnya.
Riasan mata mereka pun dramatis dengan eyeliner tebal, bulu mata palsu yang berlebihan, dan lensa kontak berwarna.
Pakaian mereka juga cenderung lebih berani dan terbuka dibandingkan mode Jepang pada umumnya.
Perbedaan mencolok ini bukan hanya soal gaya, melainkan sebuah pernyataan kuat tentang kebebasan berekspresi.
Gyaru menciptakan standar kecantikan mereka sendiri, merayakan individualitas, dan menunjukkan keberanian untuk menjadi berbeda di tengah masyarakat yang cenderung homogen.
Pada akhir 90-an, majalah Egg adalah "kitab suci" bagi budaya gyaru.
Isinya penuh dengan foto puri-kura (print club/foto box) yang bisa disesuaikan dan testimoni langsung dari para gyaru.
Keberadaan majalah ini di seluruh penjuru negeri menunjukkan betapa pentingnya subkultur gyaru pada masa itu.
Menurut PR Times, majalah Egg sempat hiatus pada 2014 dan bangkit kembali dalam format web pada 2018. Mereka juga kembali menerbitkan edisi cetak pada 2019.
Kini, Egg menjadi media terkemuka Jepang yang menyebarkan tren model gyaru dan Generasi Z, khususnya melalui TikTok dan YouTube.
Hal ini membuktikan bahwa gyaru tidak hanya bertahan, melainkan juga terus beradaptasi dan berkembang di tengah dinamika digital.
Setiap tahun, Egg juga merilis "Egg流行語大賞" (Egg Ryūkōgo Taishō) atau "Penghargaan Kata Kunci Populer Egg", yang kini memasuki tahun keenam.
Gyaru terus membentuk bahasa gaul yang dinamis. Beberapa kata kunci populer di kalangan gyaru pada 2024 antara lain:
Uniknya, pengaruh gyaru juga merambah ke ranah pendidikan.
Menurut PR Times, terdapat sekolah gyaru pelopor bernama BLEA Gakuen yang kini merayakan ulang tahun ke-25.
Sekolah yang didirkan pada 2000 ini berawal sebagai tempat pelatihan fesyen. Kini, mereka 'mendidik' perempuan berusia 15 tahun sampai 20-an tahun agar terkualifikasi menjadi gyaru.
Ada pula Shibuya Girls International School, yang dikelola oleh Hitomi Akaogi, seorang gyaru sekaligus mantan editor majalah Egg versi baru.
Kurikulumnya mencakup percakapan Bahasa Inggris, pembuatan video, dan pemasaran media sosial, bahkan menyediakan kesempatan bagi siswi yang ingin mengikuti audisi sebagai calon bintang TV.
Kehadiran sekolah-sekolah ini membuktikan bahwa gyaru bukan sekadar tren sesaat.
Ia adalah sebuah subkultur dengan nilai dan aspirasi yang mendalam, yang bahkan diakui dan dikembangkan melalui jalur pendidikan formal.
Gyaru menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika sosial dan budaya kaum muda di Jepang, terus beradaptasi dan berkembang seiring waktu.
Sumber:
View this post on Instagram