Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Budaya Lokal

Beda Budaya Ngopi di Indonesia dan Jepang, Nongkrong atau Me Time?

Kompas.com - 12/02/2025, 10:25 WIB

Setiap tempat punya cerita dalam secangkir kopi.

Bagi sebagian orang, kopi hanyalah minuman. Namun bagi saya, kopi adalah momen kadang hangat, kadang hening.

Dulu, saat masih menjadi barista di Indonesia, saya terbiasa dengan suasana kafe yang ramai.

Sekarang, setelah tinggal di Tokyo, saya melihat kopi dari perspektif yang berbeda. Perbedaan budaya ngopi di dua negara ini mengajarkan saya banyak hal.

Baca juga:

Mahasiswa ngopi sambil mengerjakan tugas di kafe.
Mahasiswa ngopi sambil mengerjakan tugas di kafe.

Ngopi Ramai-ramai di Indonesia

Di Indonesia, kedai kopi adalah zona sosial. Suasana yang ramai seperti sudah jadi keharusan.

Ada musik, tawa, dan suara kursi yang bergeser. Kalau sebuah kafe terasa terlalu sepi, rasanya justru aneh.

Saya sering melihat pelanggan datang beramai-ramai, duduk bersama teman-teman, menikmati kopi sambil ngobrol berjam-jam, main kartu, atau sekadar berbincang di area outdoor.

Kadang, ada juga hal-hal yang menguji kesabaran saya. Misalnya, pelanggan yang hanya pesan satu espreso tapi duduk berjam-jam.

Cangkir kosong dibiarkan di meja demi menikmati Wi-Fi gratis. 

Ada juga mahasiswa yang menjadikan kafe sebagai tempat rapat kelompok, membawa laptop, catatan, bahkan camilan dari luar.

Saya jarang melihat orang Indonesia ngopi sendirian. 

Setidaknya, selalu ada teman untuk diajak berbicara, dan kehangatan ini yang membuat kafe terasa hidup.

Tentu saja, pengalaman ini bisa berbeda bagi setiap orang.

Namun bagi saya, kesan bahwa ngopi harus dinikmati dalam suasana yang ramai terasa begitu melekat dalam budaya kita.

Secangkir kopi hitam.
Secangkir kopi hitam.

Menikmati Kopi dalam Keheningan di Jepang

Saat pindah ke Jepang, semuanya terasa berbeda. Suasana kafe di Tokyo sangat tenang.

Orang-orang datang sendiri, duduk di meja kecil, dan menikmati kopi dalam keheningan.

Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah bunyi mesin kopi atau langkah kaki staf.

Saya pernah masuk ke sebuah kafe di Shibuya, rasanya seperti memasuki perpustakaan, tenang dan nyaman.

Ngopi di Jepang bukan tentang berkumpul, melainkan me time.

Pernah suatu kali saya duduk di sebelah pria tua yang menikmati kopinya perlahan sambil menulis di buku kecil.

Saya tidak tahu apa yang ia tulis, tapi ekspresinya terlihat begitu fokus dan damai.

Orang Jepang sangat menghargai momen-momen kecil seperti ini.

Mereka menyebutnya "wabi-sabi", menemukan keindahan dalam kesederhanaan.

Kopi dinikmati seperti sebuah karya seni, tanpa gangguan, hanya menikmati setiap tegukan.

Pengalaman ini membuat saya berpikir. Walaupun saya baru tinggal di Jepang hampir setahun, cara orang Jepang menikmati kopi benar-benar terasa unik.

Tentu saja, saya belum mengunjungi semua kafe di sini, dan semua yang saya tulis ini murni dari pengalaman pribadi.

Mungkin di masa depan, saya akan menemukan hal baru atau justru melihat pola yang sama. Semuanya menjadi bagian perjalanan yang saya nikmati.

Hal lain yang menarik adalah bagaimana kafe di Jepang menjadi tempat untuk mengisi energi kembali.

Misalnya, saya pernah melihat seorang perempuan muda di sebuah kafe kecil di Ginza.

Ia duduk sendiri, membaca buku sambil menyeruput coffee latte.

Sesekali, ia menutup mata, seakan benar-benar menikmati setiap tegukan.

Di sini, minum kopi terasa seperti ritual pribadi, cara untuk menemukan ketenangan di tengah hiruk-pikuk kota.

Dari budaya ini, saya belajar untuk lebih menghargai momen kecil. Saya merasa di Jepang, kopi bukan hanya minuman, tapi juga media refleksi diri.

Tidak ada tekanan untuk berbicara atau bersosialisasi, cukup secangkir kopi dan ketenangan.

Saya belajar banyak dari kedua budaya ini. Di Indonesia, kopi adalah jembatan sosial yang menghubungkan banyak orang.

Di Jepang, kopi adalah teman untuk refleksi diri. Keduanya punya keindahan masing-masing, dan saya merasa beruntung bisa menjalani keduanya. 

Pada akhirnya, kopi bukan hanya soal rasa, tapi bagaimana kita menikmatinya sebagai bagian dari hidup dan waktu yang kita miliki.

Menurut saya, ini menarik untuk dibagikan.

Siapa tahu, kalau suatu saat kamu bepergian ke Jepang dan mengunjungi kafe di sini, kamu bisa lebih mudah beradaptasi dengan budaya ngopi yang berbeda.

Ulasan di atas disampaikan oleh Obull, pekerja kantoran Indonesia yang tinggal di Tokyo. Ia pencinta seni dengan kutipan favorit "creativity is intelligence having fun".

Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Januari 2025)

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.