Di Jepang, etos kerja memiliki akar budaya yang kuat, tercermin dalam berbagai aspek kehidupan profesional.
Dua pilar utama dalam etos kerja Jepang adalah Horenso dan 5S. Inilah kunci adaptasi bagi siapa pun yang ingin berkarier di Negeri Sakura.
Baca juga:
Horenso merupakan akronim dari tiga kata kunci yaitu hokoku (laporan), renraku (komunikasi), dan sodan (konsultasi).
Budaya ini dirancang untuk menciptakan alur kerja yang efisien dan membangun hubungan baik antar rekan kerja.
Aspek hokoku menekankan pentingnya pelaporan perkembangan pekerjaan secara rutin kepada atasan.
Bahasa yang digunakan dalam laporan ini cenderung lebih formal. Selain itu, setiap kesalahan atau kecelakaan kerja wajib dilaporkan segera.
Pelaporan yang teratur ini juga berfungsi untuk mencegah manajemen melakukan micro-managing, memberikan tim manajerial gambaran jelas mengenai kemajuan proyek.
Selanjutnya, renraku berarti karyawan harus menyampaikan informasi penting atau perkembangan pekerjaan kepada rekan satu tim.
Dalam konteks ini, penggunaan bahasa tidak harus formal, memungkinkan pertukaran informasi yang lebih cair dan cepat di antara anggota tim.
Terakhir, sodan mendorong karyawan untuk meminta saran atau berkonsultasi dengan individu yang lebih ahli.
Tindakan ini dianggap sebagai cerminan kemauan karyawan untuk mengembangkan kemampuan diri.
Melalui Horenso, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam suatu pekerjaan atau proyek memiliki pemahaman yang seragam, sehingga tidak ada informasi yang terlewat.
Selain Horenso, budaya kerja Jepang juga mengadopsi prinsip 5S atau yang dikenal sebagai 5R dalam Bahasa Indonesia adalah seiri (ringkas), seiton (rapi), seiso (resik), seiketsu (rawat), dan shitsuke (rajin).
Prinsip ini diaplikasikan secara luas dalam berbagai aspek, termasuk pekerjaan.
Seiri atau ringkas berarti memilah semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan hanya menyimpan yang esensial.
Umumnya, barang disortir menjadi tiga kategori: sering digunakan, jarang digunakan, dan tidak pernah digunakan.
Barang sering digunakan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau dan barang jarang digunakan disimpan di penyimpanan umum.
Sementara barang yang tidak pernah digunakan biasanya dibuang.
Seiton atau rapi adalah kelanjutan dari seiri. Setelah barang disimpan pada tempat yang ditentukan, setiap lokasi penyimpanan diberi label.
Penting untuk mengembalikan barang ke tempat asalnya setelah digunakan.
Prinsip seiton juga berlaku untuk ruang kerja, seperti pemberian label pada lantai pabrik untuk memastikan proses kerja yang jelas dan sistematis.
Seiso atau resik adalah praktik pembersihan tempat kerja secara berkala untuk menjaga kehigienisan dan menciptakan suasana kondusif.
Selain itu, inventaris kantor juga diperiksa dan dibersihkan guna memastikan seluruh keperluan kantor terpenuhi dalam jangka panjang.
Pelaksanaan seiri, seiton, dan seiso harus dilakukan secara berkala sesuai standar yang telah ditetapkan.
Inilah peran seiketsu atau rawat, yaitu memastikan penerapan tiga S pertama dapat diikuti oleh semua orang dan dijaga keberlanjutannya.
Shitsuke atau rajin melengkapi seluruh prinsip 5S. Seluruh prinsip ini harus dilaksanakan dengan rajin dan disiplin.
Latihan terus-menerus dalam penerapan 5S diperlukan untuk meningkatkan standar kerja.
Penerapan 5S dalam budaya kerja Jepang bertujuan untuk memastikan pekerjaan berjalan efektif serta menjaga keamanan dan kualitas pekerjaan.
(Kompas.com/Ignatio Edro Humberto Berutu)
*Artikel ini telah mengalami perubahan. Artikel asli diterbitkan pada 9 Agustus 2024.
View this post on Instagram