Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Fakta & Data

Efek Lansia Jepang Capai 36 Juta Orang, Krisis Kaigo dan Kematian Sendirian Meningkat

Kompas.com - 04/08/2025, 08:04 WIB

Jumlah penduduk Jepang kembali mengalami penurunan pada 2024.

Namun, di tengah penurunan tersebut, jumlah warga lanjut usia justru terus bertambah.

Fenomena ini juga memunculkan sejumlah tantangan sosial, mulai dari kekurangan tenaga perawat hingga meningkatnya kasus kematian sendirian atau kodokushi.

Pemerintah Jepang pun terus mencari jalan keluar melalui berbagai kebijakan yang berpihak pada generasi muda dan kelompok lansia.

Mulai dari insentif kelahiran, peningkatan upah, hingga perekrutan tenaga kerja asing di sektor perawatan.

Baca juga:

Ilustrasi memberi hadiah kepada orang tua saat Keiro No Hi atau Hari Penghormatan bagi Orang Lansia di Jepang. (KARAKSA MEDIA PARTNER)
Ilustrasi memberi hadiah kepada orang tua saat Keiro No Hi atau Hari Penghormatan bagi Orang Lansia di Jepang. (KARAKSA MEDIA PARTNER)

Populasi Jepang

Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi memperkirakan jumlah total penduduk Jepang per 1 Oktober 2024 adalah 123.802.000 jiwa atau turun sekitar 550.000 jiwa (0,44 persen) dibanding tahun sebelumnya.

Melansir Nippon (18/4/2025), penurunan ini menandai tahun ke-14 berturut-turut Jepang mengalami penyusutan populasi secara nasional.

Sementara itu, jumlah warga negara Jepang tercatat sebanyak 120.296.000 jiwa, turun 898.000 jiwa (0,74 persen) dari tahun sebelumnya.

Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak data sejenis mulai dicatat pada 1950.

Selisih antara kelahiran dan kematian mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah, yakni minus 890.000 jiwa.

Penurunan alami ini terjadi selama 18 tahun berturut-turut, dengan angka kematian lebih tinggi pada laki-laki (453.000 jiwa) dibanding perempuan (437.000 jiwa).

Namun, Jepang mencatat pertumbuhan bersih penduduk secara sosial sebanyak 340.000 orang selama tiga tahun terakhir.

Pertumbuhan ini sepenuhnya disumbang oleh peningkatan jumlah penduduk asing yang menetap di Jepang.

Ilustrasi perawat lansia di Jepang atau kaigo sedang menemani orang tua olahraga ringan.
Ilustrasi perawat lansia di Jepang atau kaigo sedang menemani orang tua olahraga ringan.

Jumlah Lansia Usia 75 Tahun Bertambah

Populasi penduduk usia kerja (15–64 tahun) tercatat sebanyak 73.728.000 jiwa, turun 224.000 dibanding tahun sebelumnya.

Sebaliknya, jumlah warga lanjut usia atau lansia (65 tahun ke atas) naik 17.000 jiwa menjadi 36.243.000 jiwa.

Dari jumlah tersebut, lansia berusia 75 tahun ke atas kini mencapai 20.777.000 jiwa, atau setara 57,3 persen dari total penduduk lansia.

Artinya, lebih dari separuh lansia Jepang berada pada usia lanjut yang memerlukan perhatian khusus dari segi kesehatan dan perawatan.

Peningkatan kelompok usia ini menjadi tantangan sekaligus penanda bahwa Jepang memasuki era super-aging society secara lebih mendalam.

Pemerintah Jepang menyadari tantangan ini dan berkomitmen melanjutkan kebijakan untuk mendukung generasi muda agar dapat menikah dan memiliki anak dengan rasa aman.

“Kami akan terus mendorong kebijakan yang bersaing menuju realisasi masyarakat di mana siapa pun yang ingin memiliki anak dapat melakukannya dan membesarkannya dengan tenang,” ujar Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi mengutip Japan Times (14/4/2025).

Beberapa langkah yang sedang dijalankan pemerintah meliputi peningkatan dukungan finansial untuk pengasuhan anak, kenaikan upah generasi muda, serta penyediaan layanan perjodohan.

Ilustrasi perawat lansia sedang mengobrol dengan orang lansia.
Ilustrasi perawat lansia sedang mengobrol dengan orang lansia.

Kebutuhan Perawat Lansia Meningkat

Kenaikan jumlah lansia juga berdampak pada meningkatnya kebutuhan perawat lansia atau kaigo di Jepang.

Menurut NHK, jumlah pengasuh di Jepang tercatat sekitar 2,15 juta orang mengacu data dari tahun fiskal 2022.

Namun, pada tahun fiskal 2040 mendatang, diperkirakan Jepang membutuhkan sekitar 2,72 juta perawat lansia.

Terdapat potensi kekurangan tenaga kerja sebanyak 570.000 orang jika tidak ada penambahan signifikan.

Sebagai salah satu solusi, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang menargetkan mendatangkan lebih dari 50.000 perawat lansia asing melalui program Specified Skilled Worker (SSW) pada tahun lalu.

Namun, jumlah tenaga kerja asing yang diterima hanya sekitar 39.000 orang hingga Agustus 2024.

Pemerintah juga mengalokasikan anggaran tambahan sebesar 270 juta yen untuk mensubsidi perusahaan yang ingin merekrut perawat dari luar negeri.

Subsidi ini ditujukan untuk mendukung perusahaan dalam membangun kerja sama dengan sekolah di luar negeri serta menggelar kegiatan perekrutan, seperti job fair.

Gaji rata-rata bagi kaigo atau perawat lansia bersertifikat di Jepang berkisar antara 220.000 yen hingga 250.000 yen per bulan.

Besaran ini bergantung pada pengalaman serta lokasi kerja, dan banyak perusahaan juga menawarkan insentif tambahan maupun bonus tahunan.

Baca juga:

Banyak Lansia Mati Sendirian

Selain itu, jumlah lansia di Jepang yang mati sendirian juga meningkat.

Fenomena kodokushi atau “kematian sunyi” kembali menjadi perhatian publik Jepang pada 2024.

Data Badan Kepolisian Nasional Jepang menunjukkan bahwa sepanjang tahun lalu, sebanyak 76.020 orang meninggal sendirian di rumah mereka.

Sebanyak 76,4 persen dari jumlah tersebut merupakan warga berusia 65 tahun ke atas.

Ini merupakan pertama kalinya data nasional tentang kematian sendirian dikumpulkan secara resmi di Jepang.

Pemerintah berencana menjadikan data ini sebagai dasar dalam merancang kebijakan guna menangani isu kesepian dan isolasi sosial.

Bila dirinci berdasarkan usia, kelompok 85 tahun ke atas mencatat jumlah kematian tertinggi dengan 14.658 kasus.

Disusul oleh kelompok usia 75–79 tahun sebanyak 12.567 kasus, dan kelompok usia 70–74 tahun sebanyak 11.600 kasus.

Sebanyak 39,2 persen jenazah ditemukan dalam waktu satu hari setelah kematian.

Namun, masih ada 4.538 kasus (7,8 persen) di mana jenazah baru ditemukan lebih dari satu bulan kemudian.

Banyak kasus ditemukan setelah tetangga atau kerabat yang jarang berkomunikasi melaporkan tumpukan surat yang tidak diambil.

Wilayah Tokyo mencatat jumlah tertinggi kematian sendirian di rumah dengan 7.699 kasus.

Disusul oleh Osaka (5.329 kasus), Kanagawa (3.659 kasus), dan Aichi (3.411 kasus).

Fenomena kodokushi pertama kali menjadi sorotan pada era 1980-an dan terus menjadi kekhawatiran hingga kini.

Faktor penyebabnya mencakup penuaan populasi, semakin kecilnya ukuran keluarga, serta menurunnya interaksi sosial dalam masyarakat.

Baca juga:

Sumber:

  • Xinhua
  • Nippon (https://www.nippon.com/en/japan-data/h02382/#)
  • Japan Times (https://www.japantimes.co.jp/news/2025/04/14/japan/society/japan-population-further-decline/)
  • NHK (https://www3.nhk.or.jp/nhkworld/en/news/20241222_05/)
          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.