Mereka mengiris ubi, membungkusnya dengan adonan tepung terigu, lalu mengukusnya hingga matang.
Saat itu, beras termasuk barang langka sehingga tepung terigu menjadi pilihan utama.
Hangat, lembut, dan manis alami dari ubi membuat ikinari dango jadi teman setia mereka saat sela-sela bekerja.
Seiring waktu, kue ini berkembang. Pasta kacang merah atau anko mulai ditambahkan sebagai isian untuk menciptakan sensasi rasa yang lebih kaya.
Tak berhenti di situ, muncul variasi lain. Adonan diberi daun yomogi atau mugwort, gula merah, atau ditaburi kinako yang merupakan tepung kacang.
Isiannya juga semakin beragam, mulai dari ubi ungu, kastanye, hingga kenari.
Bahkan, ada versi beku bernama ikinari dango dingin yang disajikan setengah lembek dan memberikan pengalaman baru saat menyantapnya.
Kini, ikinari dango bukan hanya camilan musiman para petani.
Kudapan ini telah menjadi ikon kuliner lokal yang hadir di toko wagashi atau kudapan khas Jepang, kios kaki lima, hingga meja teh keluarga.
Banyak anak sekolah membawa kue ini sebagai bekal. Para wisatawan pun sering menjadikannya oleh-oleh khas Kumamoto.