Di Jepang, ada dua konsep penting dalam berkomunikasi yang mungkin terdengar asing bagi banyak orang yaitu tatemae dan honne.
Kedua konsep ini bukan sekadar gaya bicara, melainkan cerminan budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang.
Tatemae berarti sikap atau pendapat yang ditampilkan kepada publik.
Sementara honne adalah perasaan atau pendapat pribadi yang biasanya hanya dibagikan kepada orang terdekat.
Kedua konsep ini bukan hal negatif. Justru, tatemae dan honne menjadi salah satu kunci terciptanya keharmonisan dalam masyarakat Jepang.
Baca juga:
Tatemae dapat diartikan sebagai pola pikir dan gaya komunikasi yang umum dipakai di ruang publik, baik di tempat kerja, sekolah, maupun ketika berinteraksi dengan orang asing.
Dalam budaya ini, seseorang tidak secara langsung menyatakan apa yang benar-benar ia pikirkan, melainkan memprioritaskan perasaan orang lain.
Salah satu contoh sederhana dari tatemae adalah ketika kita datang ke konbini atau toko serba ada di Jepang, lalu melihat betapa ramah dan membantunya para pegawai di sana.
Bisa jadi, mereka sedang lelah atau punya masalah pribadi, tapi mereka tetap menjaga sikap sopan dan ramah karena tatemae.
Ini membantu menjaga alur komunikasi tetap harmonis dan penuh rasa hormat, sesuai dengan nilai masyarakat Jepang.
Namun, penting diingat bahwa tatemae bukan berarti membohongi diri.
Ini lebih kepada kesadaran situasi dan memilih cara berkomunikasi yang sesuai agar tidak menyinggung perasaan orang lain.
Hal ini pun menjadi cerminan budaya gotong royong dan kooperatif yang sudah diwariskan sejak zaman dahulu.
Ketika itu masyarakat Jepang hidup berdampingan di desa kecil atau di lingkungan perkotaan yang padat.
Berbeda dengan tatemae, honne adalah momen ketika seseorang bisa berbicara jujur sesuai isi hati.
Biasanya, honne hanya muncul dalam lingkaran kecil, seperti di antara keluarga atau teman dekat.
Misalnya, saat seseorang diundang ke rumah oleh kenalan baru, ajakan itu mungkin hanya bentuk kesopanan atau tatemae.
Tapi jika undangan datang dari teman yang tampak benar-benar ingin menghabiskan waktu bersama, itu adalah bentuk honne.
Bagi yang ingin membangun persahabatan di Jepang, memahami perbedaan honne dan tatemae memang butuh kesabaran.
Percakapan di awal mungkin terdengar formal dan di permukaan saja.
Namun, seiring waktu, ketika kepercayaan sudah tumbuh, seseorang akan mulai membuka diri dan menunjukkan honne-nya.
Proses ini menunjukkan betapa berharganya sebuah ikatan pertemanan di Jepang.
Di dunia kerja, memahami tatemae dan honne juga penting agar komunikasi berjalan lancar.
Misalnya, jika atasan berkata tugas harus diselesaikan “segera,” itu bisa berarti tugas tersebut sangat mendesak.
Jika atasan memberi saran terdengar santai, bisa jadi maksudnya ada perbaikan yang harus dilakukan sesegera mungkin.
Memang, membedakan tatemae dan honne tidak selalu mudah, bahkan bagi orang Jepang sendiri. Tetapi, dengan latihan dan pengalaman, kemampuan ini bisa diasah.
Salah satu kuncinya adalah berani bertanya langsung jika ragu.
Menanyakan maksud sebenarnya dari ucapan atau saran yang diberikan justru bisa membantu menghindari kesalahpahaman.
Tatemae dan honne termasuk dalam kategori budaya ungkapan (expression culture) yang mencerminkan nilai masyarakat Jepang.
Dalam komunikasi sehari-hari, bahasa Jepang sering menggunakan metafora, kalimat tidak langsung, atau bahkan mengaburkan inti pembicaraan.
Hal ini bukan untuk mempersulit, tapi untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan, yang dalam bahasa Jepang disebut wa (和).
Misalnya, ketika seseorang mengatakan “enak” saat mencicipi hidangan yang sebenarnya tidak sesuai selera, itu adalah bentuk tatemae.
Tujuannya bukan untuk berbohong, tetapi sebagai ungkapan halus agar tidak menyakiti perasaan tuan rumah.
Berbeda dengan istilah “eufemisme” atau “white lie” dalam bahasa Inggris yang sering diartikan sebagai ungkapan yang tidak langsung, tatemae dan honne selalu muncul berpasangan.
Keduanya membantu masyarakat Jepang menjaga ketenangan dalam hubungan antarmanusia, antara manusia dan alam, hingga hubungan spiritual.
Bagi sebagian orang luar, tatemae dan honne mungkin terlihat membingungkan atau bahkan dianggap seperti bersikap dua wajah.
Namun, bagi masyarakat Jepang, keduanya adalah seni komunikasi yang penuh kehalusan dan kedewasaan.
Dengan memahami dan menghormati perbedaan ini, kita bisa belajar bagaimana menjaga hubungan yang lebih baik, tidak hanya di Jepang, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Seni komunikasi ala Jepang ini mengajarkan kita pentingnya kesabaran, empati, dan menghargai perasaan orang lain demi menciptakan keharmonisan bersama.
Sumber:
View this post on Instagram