Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Fakta & Data

Kenapa Harga Beras di Jepang Terus Naik? Ini Alasannya

Kompas.com - 28/05/2025, 12:31 WIB

Data inflasi Jepang yang dirilis pada Jumat (23/5/2025) menunjukkan bahwa harga beras pada April lalu melonjak sebesar 98 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Melansir AFP, Jumat (23/5/2025), ada beberapa faktor di balik lonjakan tajam ini, yang dimulai beberapa bulan lalu, dan kini menjadi masalah besar bagi pemerintahan Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba.

Ilustrasi beras kemasan 2 kg di Jepang.
Ilustrasi beras kemasan 2 kg di Jepang.

Kekurangan Pasokan

Para ahli mengatakan penyebab utama melonjaknya harga beras adalah karena kekurangan pasokan pangan pokok yang selama berabad-abad telah mengakar dalam budaya Jepang.

Faktor penyebabnya termasuk musim panas ekstrem pada 2023 yang merusak hasil panen, disusul lonjakan permintaan pada 2024 yang sebagian didorong oleh aksi borong (panic-buying) akibat peringatan gempa besar yang ternyata tidak terjadi.

Selain itu, jumlah wisatawan asing yang melonjak sangat tajam seiring dengan permintaan makanan seperti sushi dan makanan lain berbahan dasar beras juga turut disalahkan. 

Ada yang mengatakan juga bahwa dugaan penimbunan oleh beberapa distributor juga memerankan faktor penting di balik kekurangan pasokan.

Penyusutan Lahan Tanam

Ilustrasi sawah berwarna kuning keemasan, padi siap panen. (KARAKSA MEDIA PARTNER)
Ilustrasi sawah berwarna kuning keemasan, padi siap panen. (KARAKSA MEDIA PARTNER)

Selama bertahun-tahun, karena konsumsi beras menurun, kebijakan pemerintah adalah mengurangi luas lahan yang digunakan untuk menanam padi demi memberi ruang bagi tanaman lain.

Pada saat yang sama, seiring dengan populasi Jepang yang menua, banyak petani padi sudah lanjut usia dan anak-anak mereka enggan meneruskan usaha tersebut.

Menurut data Kementerian Pertanian Jepang, hampir 90 persen lahan pertanian dikelola oleh petani berusia di atas 60 tahun, dan 70 persen tidak memiliki penerus.

Luas lahan sawah menyusut menjadi 2,3 juta hektar pada 2024, turun dari puncaknya 3,4 juta hektar pada 1961.

“Pemerintah Jepang selama ini fokus pada bagaimana mengurangi produksi beras demi mengendalikan pasar, bukan bagaimana meningkatkan konsumsi beras,” kata Tadao Koike, generasi ketiga pengelola toko beras di Tokyo yang berdiri lebih dari 90 tahun.

“Sekarang kita semua menanggung akibatnya,” ujarnya kepada AFP.

Baca juga:

Cadangan Pemerintah Tak Membantu Turunkan Harga

Pemerintah Jepang mulai melelang sebagian cadangan daruratnya pada Februari, setelah sebelumnya hanya digunakan saat bencana. 

Ini pertama kalinya sejak gudang tersebut dibangun pada 1995, masalah rantai pasokan menjadi pemicunya.

Namun, seperti terlihat dari data terbaru, langkah ini justru belum memberikan dampak signifikan.

Asisten profesor di Universitas Utsunomiya, Masayuki Ogawa, mengatakan bahwa hal ini karena cadangan tersebut digunakan untuk “beras campuran” dan bukan untuk beras bermerek dari varietas atau daerah tertentu yang lebih populer.

“Dalam hal harga rata-rata, harga beras bermerek naik cukup signifikan hingga mengimbangi efek dari beras cadangan yang menekan harga rata-rata. Hal ini membuat harga eceran di supermarket tetap tinggi meskipun ada pelepasan cadangan,” jelas Ogawa kepada AFP.

Berdampak ke Politik

Menteri Pertanian Jepang Taku Eto meminta maaf setelah menyatakan bahwa dirinya tak pernah beli beras akibat banyaknya sumbangan beras dari pendukungnya. Pernyataan ini menimbulkan kemarahan publik di tengah lonjakan harga beras di Jepang.
Menteri Pertanian Jepang Taku Eto meminta maaf setelah menyatakan bahwa dirinya tak pernah beli beras akibat banyaknya sumbangan beras dari pendukungnya. Pernyataan ini menimbulkan kemarahan publik di tengah lonjakan harga beras di Jepang.

Setelah bertahun-tahun harga stagnan atau turun, inflasi kini mulai menekan konsumen Jepang dan pada akhirnya memengaruhi dukungan terhadap pemerintah.

Partai Demokrat Liberal (LDP), yang hampir selalu berkuasa selama beberapa dekade, kehilangan mayoritasnya tahun lalu dan harus membentuk koalisi.

Akhir pekan lalu, Menteri Pertanian, Taku Eto, memicu kemarahan publik karena komentarnya yang kontroversial soal akses beras.

Taku Eto mengatakan dalam sebuah acara bahwa ia "tidak pernah membeli beras sendiri karena para pendukungnya memberinya banyak.”

Ia telah mengundurkan diri, namun insiden ini kemungkinan menambah kesan di mata pemilih bahwa LDP, yang akan menghadapi pemilu majelis tinggi pada Juli, tidak peka terhadap kondisi rakyat.

(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.