Salah satu hal yang sering menjadi sorotan pengunjung asing di Jepang adalah minimnya tempat sampah di tempat umum, meskipun kebersihan tetap terjaga.
Hal ini menjadi pertanyaan besar, kenapa Jepang jarang menyediakan tempat sampah di area publik?
Ternyata, di balik minimnya tempat sampah di Jepang, ada sejarah kelam yang melatarbelakanginya.
Mengutip Bloomberg, (23/5/2019), tempat sampah sebagian besar dihilangkan dari kota-kota di Jepang setelah serangan gas sarin pada 1995.
Sekte kiamat Aum Shinrikyo di Jepang saat itu memimpin serangkaian serangan senjata kimia terkoordinasi di sistem kereta bawah tanah Tokyo pada 20 Maret 1995.
Serangan senjata kimia tersebut menewaskan 12 orang dan melukai lebih dari 1.000 lainnya akibat paparan zat beracun.
Serangan teror domestik ini masih sangat membekas di benak publik Jepang apalagi menyerang sistem transportasi yang melayani jutaan penumpang setiap hari.
Setelah kejadian tersebut, tempat sampah mulai disegel lalu dihapus sepenuhnya dari stasiun kereta dan banyak ruang publik lainnya di seluruh Jepang.
Setelah memori buruk tentang serangan teror gas beracun oleh sekte Aum Shinrikyo di Tokyo, kini Jepang mulai kembali hadirkan tempat sampah sebagai fasilitas publik.
Hal ini dilakukan sejak jumlah wisatawan mancanegara secara resmi melampaui tingkat sebelum pandemi pada bulan Oktober 2024.
Menurut The Straits Times, (12/11/2024), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida meluncurkan paket kebijakan tentang overtourism pada Oktober, mencakup subsidi untuk tempat sampah pintar.
Inisiasi tersebut juga melihat adanya masalah oleh para wisatawan yang membeli makanan kaki lima di Jepang.
Sering kali wisatawan tidak memahami aturan ketat Jepang soal pemilahan sampah di rumah dan enggan membawa sampah mereka ke mana-mana.
Tempat sampah berteknologi canggih yang disebut SmaGO banyak dipasang di Osaka dan destinasi wisata.
Tempat sampah bertenaga surya ini secara otomatis mendeteksi saat mulai penuh, lalu memadatkan sampah hingga sekitar 20 persen.
Tempat sampah ini juga terhubung dengan aplikasi smartphone yang menganalisis data volume sampah dan mengirimkan peringatan kepada petugas jika sudah penuh.
“Beberapa pemerintah daerah akhirnya mulai menyadari bahwa tak ada banyak pilihan selain menyediakan tempat sampah,” ujar CEO dari perusahaan rintisan Forcetec yang mendistribusikan SmaGO di Jepang, Yohei Takemura.
Tempat sampah pintar ini berasal dari perusahaan manajemen limbah asal Massachusetts, Bigbelly, yang pertama kali memperkenalkannya di Colorado hampir dua dekade lalu.
Takemura mengatakan bahwa awalnya ada penolakan terhadap penggunaan tempat sampah pintar ini di Jepang, dan butuh usaha besar untuk akhirnya meyakinkan.
Baca juga:
Melansir BBC, (7/10/2019), salah satu alasan di balik kebersihan Jepang meskipun minimnya tempat sampah adalah kuatnya budaya kebersihan yang telah tertanam.
Wakil Direktur Pemerintah Prefektur Hiroshima di Tokyo, Maiko Awane, menjelaskan bahwa nilai-nilai kebersihan sudah diterapkan sejak sekolah dasar hingga lulus SMA.
“Selama 12 tahun masa sekolah, dari SD hingga SMA, waktu untuk membersihkan sudah menjadi bagian dari jadwal harian siswa,” kata Awane.
“Dalam kehidupan rumah tangga pun, orang tua mengajarkan kepada anak bahwa tidak menjaga kebersihan barang dan ruang pribadi itu tidak baik.”
Penanaman nilai kesadaran sosial dalam kurikulum sekolah membantu anak-anak mengembangkan rasa tanggung jawab dan kebanggaan terhadap lingkungan.
Siapa yang ingin mengotori atau merusak sekolah, padahal mereka harus membersihkannya sendiri?
“Saya kadang tidak ingin membersihkan sekolah, tapi saya menerimanya karena itu bagian dari rutinitas," kata seorang pekerja lepas kepada BBC.
"Saya rasa, harus membersihkan sekolah adalah hal yang sangat baik karena kami belajar bahwa penting bagi kami untuk bertanggung jawab atas kebersihan tempat dan barang yang kami gunakan.”
Tidak hanya di sekolah, seiring anak-anak tumbuh besar, konsep tentang “ruang milik mereka” berkembang dari ruang kelas menjadi lingkungan sekitar, kota, dan negara.
Beberapa contoh tentang budaya kebersihan di Jepang bahkan menjadi viral, seperti ritual pembersihan kereta Shinkansen selama tujuh menit yang kini menjadi daya tarik wisata.
Bahkan para pendukung tim sepak bola Jepang pun terkenal sadar akan kebersihan.
Di setiap turnaman away, pendukung tim sepak bola Jepang selalu membawa tempat sampah sendiri dan membersihkan stadion setelah pertandingan.
Di Jepang aturan mengenai sampah sangat ketat. Misalnya di Kyoto, ketahuan membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda.
Dilansir dari Kyoto City Official Travel Guide, jika kamu membuang sampah sembarangan di area tertentu, kamu akan didenda hingga 30.000 yen atau sekitar Rp 3,4 juta.
Wisawatan atau warga setempat diminta untuk selalu membawa sampah mereka.
Bahkan, Kyoto City Beautification Promotion Agency melakukan upaya membuat kantong sampah portabel untuk mendorong orang-orang membawa kembali sampah mereka.
Kamu bisa menemukan kantong sampang portabel pada toko-toko di lokasi wisata seperti di Higashiyama dan Arashiyama.
Sampah di Jepang harus mengikuti aturan berdasarkan jenis sampah, lokasi pembuangan, dan hari yang telah ditentukan.
Setiap daerah memiliki peraturan berbeda terkait klasifikasi dan jadwal pembuangan sampah.
Informasi ini bisa kamu temukan di situs resmi pemerintah daerah tempat kamu tinggal.
Umumnya, sampah harus dibuang pada pagi hari sesuai jadwal pengambilan.
Jika sampah tidak dipilah dengan benar atau dibuang di tempat yang tidak semestinya, petugas kebersihan tidak akan mengangkutnya.
Di sejumlah daerah, ada kantong sampah khusus berbayar yang wajib digunakan untuk jenis sampah tertentu.
Sumber:
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram