Wakil Direktur Pemerintah Prefektur Hiroshima di Tokyo, Maiko Awane, menjelaskan bahwa nilai-nilai kebersihan sudah diterapkan sejak sekolah dasar hingga lulus SMA.
“Selama 12 tahun masa sekolah, dari SD hingga SMA, waktu untuk membersihkan sudah menjadi bagian dari jadwal harian siswa,” kata Awane.
“Dalam kehidupan rumah tangga pun, orang tua mengajarkan kepada anak bahwa tidak menjaga kebersihan barang dan ruang pribadi itu tidak baik.”
Penanaman nilai kesadaran sosial dalam kurikulum sekolah membantu anak-anak mengembangkan rasa tanggung jawab dan kebanggaan terhadap lingkungan.
Siapa yang ingin mengotori atau merusak sekolah, padahal mereka harus membersihkannya sendiri?
“Saya kadang tidak ingin membersihkan sekolah, tapi saya menerimanya karena itu bagian dari rutinitas," kata seorang pekerja lepas kepada BBC.
"Saya rasa, harus membersihkan sekolah adalah hal yang sangat baik karena kami belajar bahwa penting bagi kami untuk bertanggung jawab atas kebersihan tempat dan barang yang kami gunakan.”
Tidak hanya di sekolah, seiring anak-anak tumbuh besar, konsep tentang “ruang milik mereka” berkembang dari ruang kelas menjadi lingkungan sekitar, kota, dan negara.
Beberapa contoh tentang budaya kebersihan di Jepang bahkan menjadi viral, seperti ritual pembersihan kereta Shinkansen selama tujuh menit yang kini menjadi daya tarik wisata.
Bahkan para pendukung tim sepak bola Jepang pun terkenal sadar akan kebersihan.