Hidup di Jepang berarti menghadapi empat musim berbeda, masing-masing dengan tantangan tersendiri.
Bagi mereka yang belum pernah mengalami perubahan cuaca drastis, adaptasi bisa menjadi hal sulit.
Dari musim panas yang menguras energi hingga musim dingin yang membuat kulit kering, setiap musim menuntut cara hidup dan bekerja yang berbeda.
Widy, seorang pekerja SSW yang tinggal di Jepang selama beberapa tahun, membagikan pengalamannya menghadapi iklim ekstrem di Jepang.
Bagi Widy, beradaptasi dengan perubahan musim bukan sekadar soal kenyamanan, melainkan juga kebutuhan untuk bertahan hidup.
Menurut Widy, peralihan musim menjadi tantangan terberat yang ia hadapi.
"Bagian tersulit bukan hanya musimnya, tetapi perubahannya. Tubuh saya kesulitan saat suhu tiba-tiba berubah dari panas ke dingin, atau sebaliknya. Saya sering sakit tenggorokan di masa transisi ini," ungkapnya.
Namun, jika harus memilih satu, musim dingin adalah yang paling menantang baginya.
"Musim dingin di Tokyo sangat keras. Bukan dalam arti bersalju yang indah, tetapi udaranya yang kering dan dingin menusuk membuat kulit pecah-pecah serta hidung berdarah jika tidak berhati-hati. Suhu bisa turun hingga 0°C atau -3°C," jelas Widy.
"Ditambah angin dingin yang tajam, rasanya seperti ditusuk jarum di wajah. Pemanas dalam ruangan memang kuat, tetapi begitu keluar, angin terasa menusuk. Selain itu, hari yang lebih pendek membuat kerja terasa lebih melelahkan," tambahnya.