“Well, itu tergantung orangnya. Tapi bagi saya, makan makanan yang kami memasak bersama membuat rasanya jadi lebih enak,” kata Ifah dengan senyum. “Tapi itu membuat kami makan lebih lama karena kami terus ngobrol sepanjang waktu. Ini bukan sekadar momen makan bersama, tapi jadi waktu yang menyenangkan untuk berbagi cerita. Kami sering makan bersama dan jarang makan di luar karena makan sendiri agak canggung, dan kami juga harus cek dulu apakah tempat itu halal.”
Walaupun jauh dari rumah, Ifah dan teman-teman asramanya berhasil menciptakan suasana hangat yang membuat waktu makan menjadi pengalaman penuh tawa dan kebahagiaan.
Masakan Indonesia yang autentik memerlukan bahan-bahan asli.
Ifah sudah sangat ahli dalam menemukan tempat terbaik untuk mendapatkan bumbu-bumbu Indonesia di Jepang.
Kami bertanya di mana ia berbelanja dan apakah ada bahan yang sulit ditemukan.
“Kalau soal bumbu, karena kami tidak membuat masakan yang terlalu rumit, kami tidak merasa kesulitan. Kami bahkan sering membuat racikan bumbu sendiri. Bahan seperti serai dan ketumbar bisa ditemukan di toko Indonesia. Kami sering pergi ke toko di Ueno atau Shin-Okubo. Tapi, kalau soal kunyit segar, itu agak sulit ditemukan kebanyakan dalam bentuk bubuk di sini,” jelas Ifah.
Berkat toko-toko ini, Ifah dan teman-temannya tetap bisa memasak makanan favorit mereka dan menikmati cita rasa khas Indonesia.
Makanan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga cara untuk tetap terhubung dengan akar budaya dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
Dalam artikel berikutnya, kami akan mengeksplorasi bagaimana Ifah menjaga keseimbangan rutinitas hariannya sambil menjalankan tanggung jawab sebagai SSW di Jepang.
Stay tuned buat tahu kisah Ifah selanjutnya!
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Januari 2025)
View this post on Instagram