Berpindah ke Jepang bukan hanya soal perubahan geografis, melainkan juga budaya dan bahasa.
Meski sudah menjalani pelatihan, penyesuaian dengan bahasa dan ritme kehidupan di Jepang tetap menjadi tantangan tersendiri.
Artikel ini melanjutkan perjalanan sebelumnya melalui pengalaman Syarifah.
Ia sedang mempersiapkan diri untuk memulai kehidupan baru di Jepang setelah menjalani pelatihan intensif melalui program Ginou Jisshuu/SSW.
“Yang paling saya khawatirkan adalah bahasa. Kami memang dilatih bahasa Jepang seperti yang dilakukan oleh peserta lainnya, namun saya tahu bahwa nanti di Jepang mereka akan berbicara dengan cepat. Itulah mengapa saya harus mempersiapkan diri sebaik mungkin,” cerita Ifah mengenang persiapan sebelum berangkat.
Saat mempersiapkan diri untuk bekerja di luar negeri, terutama di Jepang, dokumen adalah bagian yang sangat penting dalam proses ini.
Ifah mengingat dengan jelas dokumen penting yang harus dipersiapkan untuk mengikuti program Ginou Jisshuu/SSW.
Dokumen itu ia perlukan untuk pekerjaan dan legalitas keberangkatan ke Jepang.
“Bagi saya, tentu saja yang pertama adalah VISA, paspor, sertifikat SSW, dan KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri). Pada saat itu, sertifikat vaksin COVID-19 juga menjadi salah satu syarat. Sisanya, biasanya sudah diurus oleh pihak pengirim,” ujar Ifah, menjelaskan proses administrasi yang dilaluinya.
Proses pengurusan dokumen ini, meskipun memakan waktu, merupakan langkah sangat penting untuk memastikan semua persyaratan legal sudah lengkap sebelum berangkat ke Jepang.
Packing atau mempersiapkan barang bawaan menjadi salah satu hal yang sangat penting ketika akan tinggal di luar negeri.
Kita harus mempertimbangkan iklim dan kenyamanan pribadi agar proses adaptasi berjalan lebih mudah.
Ifah berbagi beberapa tips praktis yang membantunya melakukan packing dengan efektif:
“Cek bulan berapa kamu akan berangkat. Saya berangkat sekitar bulan Juni, jadi cuaca di Jepang waktu itu tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Pakaian musim dingin baru saya beli 1-2 bulan setelah tiba di Jepang," kata Ifah.
"Kalau soal makanan, kalau kamu orang Indonesia, bawa mie instan dan sambal. Itu sangat membantu untuk meredakan rasa rindu. Saya juga membawa beberapa bumbu masakan,” tambahnya.
Cerita Ifah ini mengingatkan bahwa meskipun berpindah ke negara lain, kita tetap bisa merasa di rumah dengan membawa hal-hal kecil yang membuat nyaman.
Baca juga:
Meninggalkan keluarga dan terbang ke negara yang jauh tentu memunculkan berbagai perasaan campur aduk.
Ifah pun memiliki kekhawatiran dan harapan-harapan yang harus dihadapinya sebelum berangkat.
“Saya punya beberapa harapan. Saya ingin membantu adik saya mendapatkan pendidikan yang lebih baik, dan setelah itu saya ingin menabung untuk membuka usaha. Soal kekhawatiran, saya hanya khawatir soal makanan halal. Tapi saya tahu, itu bisa saya atasi dengan memasak sendiri,” ujar Ifah, tersenyum.
Tentu saja, meninggalkan keluarga tidak mudah, tetapi Ifah punya cara tersendiri untuk menghadapi perasaan tersebut.
“Sebenarnya saya nggak terlalu merasa cemas karena saya pergi ke LPK dua minggu sebelum berangkat. Kalau untuk keluarga, saya lebih memilih untuk menangis sendiri saja. Saya tipe yang tidak suka melihat orang lain menangis. Jadi, saya menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama keluarga, makan bareng,” ungkapnya dengan tawa kecil.
Salah satu tantangan besar ketika bekerja di luar negeri adalah menjaga hubungan dengan keluarga, apalagi dengan perbedaan zona waktu yang cukup jauh.
Ifah pun berusaha tetap terhubung dengan keluarganya meskipun sedang sibuk mempersiapkan diri di Jepang.
“Tentu saja saya kangen keluarga. Jadi, saya sering melakukan video call. Awalnya hampir setiap hari, tapi ketika sudah mulai sibuk, jadi dua kali seminggu. Biasanya saya yang memberi tahu kapan saya punya waktu libur di minggu depan, supaya keluarga bisa menyesuaikan jadwal untuk menelepon,” jelas Ifah.
Usahanya untuk tetap terhubung dengan keluarga menunjukkan bahwa meskipun berada jauh di luar negeri, ikatan keluarga tetap menjadi hal yang sangat penting dalam menjalani kehidupan di luar negeri.
Seiring Ifah mempersiapkan diri untuk memulai babak baru dalam hidupnya, perjalanan ini baru saja dimulai.
Proses pengurusan dokumen, packing, dan tantangan emosional adalah langkah pertama menuju kehidupan yang lebih baik di Jepang.
“Saya tahu itu nggak akan mudah. Bahasa, budaya, dan rutinitas sehari-hari yang berbeda pasti menjadi tantangan. Tapi saya siap menghadapi itu,” ujar Ifah dengan suara penuh keyakinan.
Ifah percaya bahwa pelatihan dan persiapan yang telah dijalankan akan membantunya beradaptasi dengan cepat di Jepang.
Dengan semangat dan keyakinan yang baru, Ifah siap menghadapi tantangan dan peluang yang akan datang.
Ikuti terus perjalanan Ifah dalam artikel selanjutnya, di mana kita akan melihat lebih dekat bagaimana dia menyesuaikan diri dengan kehidupan dan pekerjaan di Jepang.
Apa saja tantangan yang akan dia hadapi? Bagaimana cara dia menyesuaikan diri dengan budaya kerja yang sangat disiplin di Jepang?
Jangan lewatkan kisah selanjutnya dalam seri ini, yang akan membahas lebih dalam perjalanan Ifah dan pekerja asing lainnya yang berjuang mengejar kehidupan yang lebih baik di Negeri Matahari Terbit!
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Desember 2024)
View this post on Instagram