OhayoJepang - Mottainai (勿体無い) adalah sebuah frasa yang sangat dihargai dalam kebudayaan Jepang. Terlebih lagi, budaya Jepang amat menjunjung tinggi kebersihan dengan mendaur ulang dan menyortir sampah.
Baca juga: Jangan Buang Sembarangan, Ini Sistem Pembuangan Sampah di Jepang
Pada artikel kali ini, OhayoJepang akan membahas makna konsep Mottainai dan bagaimana konsep ini mengubah dunia.
Sejarah mottainai
Sejarah frasa mottainai dapat ditelusuri di dalam kehidupan rakyat Jepang sejak Zaman Edo (1603 – 1868).
Pada zaman itu, Edo adalah kota yang ramai seperti Tokyo sekarang. Namun, gaya hidup zaman itu amat berbeda.
Jika ada seseorang yang mempunyai kimono, ia akan menggunakannya hingga 10 atau 20 tahun. Bila kimono itu sobek, ia akan menambalnya terus.
Saat sudah tidak dapat digunakan, kimono tersebut dijadikan kain lap. Jika sudah tidak bisa dijadikan kain lap, maka akan dibuat bahan bakar untuk memasak.
Abu yang tersisa dari kimono tersebut tidak dbuang, melainkan untuk membersihkan peralatan makan.
Mottainai juga berhubungan erat dengan agama Shinto. Rakyat Jepang percaya bahwa benda pun punya roh.
Dari situ muncul kisah hantu (yōkai) Tsukumogami (hantu peralatan rumah tangga). Saat satu benda menginjak umur seratus tahun, benda itu berubah menjadi Tsukumogami.
Oleh karena itu, rakyat Jepang pada Zaman Edo memegang teguh prinsip 3R (reduce, reuse, recycle/mengurangi, memakai kembali, mendaur ulang).
Bagaimana konsep mottainai diperkenalkan pada dunia?
Aktivis lingkungan asal Kenya, Alm. Wangari Muta Maathai (1940 – 2011), begitu terkesima dengan frasa itu saat mengunjungi Jepang pada 2005.
Ia juga penerima Penghargaan Nobel Perdamaian pertama dari Afrika pada 2004. Baginya, mottainai bukan hanya berbicara soal kebersihan, tetapi soal menghormati alam.
Oleh karena itu, Maathai memasang slogan mottainai sebagai kampanye menjaga linkungan serta mengubah 3R menjadi 4R dengan tambahan “respect” (menghormati lingkungan).
Hingga saat ini, kampanye Mottainai masih berjalan.
Makna mottainai
Secara harafiah, mottainai berarti “amat disayangkan!”. Namun, frasa ini tidak bisa diartikan secara gamblang. Jika digali lebih dalam, mottainai bisa berarti tiga hal berikut ini:
Mottainai berasal dari gabungan karakter mottai (勿体) yang berarti “sesuatu yang penting” dan nai (無い) yang berarti “kekurangan”.
Jika digabungkan, mottainai berarti sebuah frasa yang digunakan untuk mengutarakan kerendahan diri dan rasa syukur karena menerima sesuatu yang sesungguhnya tidak pantas diterima.
Bukan hanya di Indonesia, nasi pun juga sama tingginya di Jepang. Anak-anak Jepang dididik untuk tidak menyia-nyiakan bahkan sebutir nasi di mangkuknya saat makan.
Sesuai dengan sejarahnya, mottainai berarti tidak membuang barang begitu saja.
Masyarakat Jepang yang tinggal di Prefektur Iwate menekuni "Nanbu sakiori", yaitu menjahit kain yang tidak terpakai menjadi pakaian baru atau membuatnya menjadi kerajinan.
Pada akhirnya, frasa mottainai mempunyai makna “sia-sia!” Kamu bisa menggunakan frasa ini saat menerima sesuatu yang tak pantas didapatkan, tapi tetap diberikan kepadamu.
Hati-hati jika suatu saat pasanganmu mengucapkan mottainai terhadap kamu.
Zaman sekarang, kita mungkin dikelilingi oleh hal-hal yang membuat kita terlena dan melupakan rasa hormat kita terhadap alam dan segalanya yang kita miliki sekarang.
Mari kita mulai menghargai apa yang kita miliki dan tidak menyia-nyiakan sesuatu sedikitpun.
(Alfonsus Adi Putra/Sumber: coto Japanese Academy/All About Japan)