Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Budaya Lokal

Berekspresi Lewat Cosplay, Fenomena Budaya Jepang yang Disukai Anak Muda Indonesia

Kompas.com - 02/06/2025, 10:05 WIB

Di tengah maraknya budaya pop yang berkembang di Indonesia, seorang pemuda tampil penuh percaya diri dengan rambut pirang mencolok dan kostum berwarna terang.

Lengkap dengan aksesori khas dan riasan dramatis, ia sepenuhnya menjelma menjadi karakter favoritnya.

Bukan sekadar kostum atau hiburan semata, bagi Andy, cosplayer asal Malang, cosplay adalah medium untuk menjadi dirinya yang paling utuh.

Cosplay yang berasal dari istilah "costume play", telah tumbuh menjadi fenomena global.

Namun lebih dari sekadar hobi mengenakan kostum karakter fiksi, bagi banyak penggemarnya, ini adalah bentuk ekspresi diri yang dalam.

Mengenakan identitas lain justru menjadi jendela untuk mengenali jati diri mereka sendiri.

“Seseorang yang pemalu bisa merasa lebih percaya diri saat memerankan karakter yang karismatik atau kuat,” ujar Andy kepada Ohayo Jepang, Sabtu (24/5/2025).

Dengan menjadi cosplayer, ia bisa melakoni karakter lain yang diperankan, dan di sisi lain juga turut membantu meningkatkan rasa percaya dirinya.

“Aku pengin jadi karakter yang mungkin aku biasanya enggak pernah kayak gini. Jadi kepengin aja sih jadi sesuatu,” kata dia.

Hal senada juga disampaikan Hilky, seorang penggemar cosplay yang telah menekuni dunia kostum selama bertahun-tahun.

Ia mengaku bahwa memerankan karakter favorit dari anime membantunya membangun rasa percaya diri.

“Cosplay bisa membantu orang untuk lebih percaya diri ya. Cosplay salah satu bentuk ekspresi seni juga, jadi cosplayer juga pastinya enggak sekadar berkostum,” ujarnya.

“Apresiasi orang lain saat kita cosplay juga bisa jadi salah satu support yang bikin kita bisa lebih percaya diri,” lanjut Hilky.

Andy, cosplayer asal Kota Malang yang berperan sebagai Wriothesley, karakter dari game Genshin Impact. Cosplay membuat Andy lebih percaya diri terutama saat memerankan karakter yang kuat dan karismatik.
Andy, cosplayer asal Kota Malang yang berperan sebagai Wriothesley, karakter dari game Genshin Impact. Cosplay membuat Andy lebih percaya diri terutama saat memerankan karakter yang kuat dan karismatik.

Menjadi Diri Sendiri di Balik Kostum

Menyatu dengan karakter fiktif memungkinkan cosplayer menyuarakan sisi diri yang sulit ditampilkan dalam kehidupan nyata.

Hal ini diamini oleh psikolog Adityana Kasandra Putranto sebagai proses penjelajahan diri.

Ia menyoroti bahwa hobi cosplay memberinya ruang untuk mengeksplorasi serta mengungkapkan sisi-sisi dari identitas dirinya yang mungkin sulit muncul dalam keseharian.

“Misalnya, seseorang yang pemalu bisa merasa lebih percaya diri saat memerankan karakter yang karismatik atau kuat,” ujarnya.

Sebagai mantan cosplayer, ia menjelaskan bahwa karakter yang dipilih oleh seorang cosplayer biasanya memiliki nilai atau sifat yang selaras dengan kepribadian mereka.

Dengan mengenakan kostum dan memerankan tokoh tersebut, banyak cosplayer justru merasa lebih autentik, seolah karakter itu menjadi cerminan sisi terdalam diri mereka yang jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Kasandra, dari sudut pandang psikologi, mengenakan “peran” atau “persona” seperti ini bisa menciptakan ruang emosional yang aman.

Hal itu memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan emosi dan identitas tanpa merasa terhakimi, sekaligus membangun kepercayaan diri.

“Menjadi karakter tertentu dapat menjadi pelarian yang sehat dari tekanan identitas sosial yang membatasi,” jelasnya.

Baca juga:

Hilky (31) menceritakan mengenai pengalamannya menjadi cosplayer dengan harga kostum jutaan rupiah.
Hilky (31) menceritakan mengenai pengalamannya menjadi cosplayer dengan harga kostum jutaan rupiah.

Dampak Psikologis Positif

Kasandra mengatakan bahwa aktivitas menjadi cosplayer dapat memberikan sejumlah dampak psikologis positif, terutama dalam hal kesehatan mental, ekspresi diri, dan pembentukan identitas. 

“Mengenakan kostum karakter yang dikagumi sering kali membuat individu merasa lebih kuat, berani, atau menarik,” ujarnya.

Dalam jurnal Cosplay: Imaginative Self and Performing Identity karya Osmud Rahman (2012) yang dijelaskan lebih lanjut oleh Kasandra, disebutkan bahwa cosplay menjadi alat membangun kepercayaan diri melalui pengakuan sosial dan penerimaan komunitas.

Lebih lanjut, Kasandra menjelaskan bahwa bagi banyak individu, cosplay berfungsi sebagai coping mechanism yang sehat, yakni sebuah bentuk pelarian dari tekanan hidup atau kecemasan yang disalurkan melalui kreativitas dan imajinasi.

Aktivitas ini memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan perasaan, mengeksplorasi identitas, serta menciptakan ruang pribadi yang aman dan menyenangkan di tengah tantangan kehidupan sehari-hari.

“Aktivitas seperti membuat kostum, tampil di acara, dan bermain peran bisa memicu flow state, yang berdampak positif pada kesejahteraan mental,” kata dia.

Namun demikian, Kasandra mewanti-wanti bahwa menjadi cosplayer juga harus memilah komunitas yang baik.

Ia menekankan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan kenyamanan dalam menjalani hobi ini.

“Bergabunglah dengan komunitas yang mendukung, inklusif, dan bebas dari drama atau toxic behavior. Hindari lingkaran sosial yang meremehkan atau mengejek,” ujarnya.

Andy, cosplayer asal Kota Malang yang berperan sebagai Sylus, karakter dari otome game 3D. Cosplay membuat Andy lebih percaya diri terutama saat memerankan karakter yang kuat dan karismatik.
Andy, cosplayer asal Kota Malang yang berperan sebagai Sylus, karakter dari otome game 3D. Cosplay membuat Andy lebih percaya diri terutama saat memerankan karakter yang kuat dan karismatik.

Komunitas Cosplay Menjadi Ruang Aman

Menurut pakar budaya Hikmat Darmawan, komunitas cosplay di Indonesia sebagai bentuk dari tribalisme, yakni munculnya rasa memiliki dan keterikatan yang kuat ketika seseorang menemukan kelompok atau teman dengan minat dan identitas yang sejalan.

“Walaupun kayaknya itu individual expression tetapi kebanyakan itu kan mereka lebih kuat karena ada perasaan bersama. Kalau saya melihatnya jadi lebih ada unsur tribalismenya,” ujar Hikmat kepada Ohayo Jepang, Jumat (23/5/2025).

Menurut Hikmat, ikatan dalam komunitas cosplay tak hanya berdasarkan kesamaan hobi, tetapi juga pada rasa saling mendukung dalam berekspresi.

Banyak cosplayer merasa lebih nyaman menjadi diri mereka sendiri di lingkungan ini, karena dihargai atas kreativitas dan keberanian mereka dalam menampilkan karakter ikonik. 

Hal ini juga memperkuat identitas kolektif komunitas dan memberi ruang bagi anggotanya untuk membangun koneksi sosial yang bermakna.

Lebih jauh lagi, bentuk tribalisme ini sering kali berfungsi sebagai penyangga emosional, terutama bagi individu yang mungkin merasa terasing dalam kehidupan sosial sehari-hari. 

Komunitas cosplay memberi ruang yang inklusif untuk berbagi minat, bekerja sama dalam proyek kreatif, hingga saling membantu dalam menghadapi tantangan mental dan emosional.

Andy, cosplayer asal Kota Malang yang berperan sebagai Laios Touden, karakter dari manga & anime Delicious in Dungeon. Cosplay membuat Andy lebih percaya diri terutama saat memerankan karakter yang kuat dan karismatik.
Andy, cosplayer asal Kota Malang yang berperan sebagai Laios Touden, karakter dari manga & anime Delicious in Dungeon. Cosplay membuat Andy lebih percaya diri terutama saat memerankan karakter yang kuat dan karismatik.

Menemukan “Hidup” dari Cosplay

Bagi Andy, cosplay menjadi jembatan antara hasrat dan penghidupan.

Pria berusia 33 tahun ini telah menekuni dunia cosplay sejak lama. Namun, ia tak hanya berhenti dengan memakai kostum dan memainkan peran. Ia memadukan kecintaannya terhadap budaya Jepang dengan semangat wirausaha. 

“Jadi aku jual merchandise kayak gantungan kunci anime, terus boneka-boneka. Segala merchandise yang terbuat dari akrilik, kain print dan tas aku bikin sendiri,” tuturnya.

Setiap kali ada event budaya Jepang atau festival cosplay, Andy membuka stan untuk menjual dagangannya. 

Tak hanya mengandalkan event offline, ia juga aktif menjual produk melalui toko daring, menjangkau komunitas pencinta anime di seluruh Indonesia.

“Jadi biasanya aku buka booth di event Jepang-Jepangan, karena itu kayak masih satu lini sama cosplay. Biasanya aku tawarin juga bisa bisnis bareng buka booth di situ enggak,” ucapnya.

Andy mengakui bahwa kecintaannya terhadap dunia cosplay ia tekuni dengan baik hingga mampu menjadi sumber penghidupan baginya.

(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.