Lebih jauh lagi, bentuk tribalisme ini sering kali berfungsi sebagai penyangga emosional, terutama bagi individu yang mungkin merasa terasing dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Komunitas cosplay memberi ruang yang inklusif untuk berbagi minat, bekerja sama dalam proyek kreatif, hingga saling membantu dalam menghadapi tantangan mental dan emosional.
Bagi Andy, cosplay menjadi jembatan antara hasrat dan penghidupan.
Pria berusia 33 tahun ini telah menekuni dunia cosplay sejak lama. Namun, ia tak hanya berhenti dengan memakai kostum dan memainkan peran. Ia memadukan kecintaannya terhadap budaya Jepang dengan semangat wirausaha.
“Jadi aku jual merchandise kayak gantungan kunci anime, terus boneka-boneka. Segala merchandise yang terbuat dari akrilik, kain print dan tas aku bikin sendiri,” tuturnya.
Setiap kali ada event budaya Jepang atau festival cosplay, Andy membuka stan untuk menjual dagangannya.
Tak hanya mengandalkan event offline, ia juga aktif menjual produk melalui toko daring, menjangkau komunitas pencinta anime di seluruh Indonesia.
“Jadi biasanya aku buka booth di event Jepang-Jepangan, karena itu kayak masih satu lini sama cosplay. Biasanya aku tawarin juga bisa bisnis bareng buka booth di situ enggak,” ucapnya.
Andy mengakui bahwa kecintaannya terhadap dunia cosplay ia tekuni dengan baik hingga mampu menjadi sumber penghidupan baginya.
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram