Dengan mengenakan kostum dan memerankan tokoh tersebut, banyak cosplayer justru merasa lebih autentik, seolah karakter itu menjadi cerminan sisi terdalam diri mereka yang jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kasandra, dari sudut pandang psikologi, mengenakan “peran” atau “persona” seperti ini bisa menciptakan ruang emosional yang aman.
Hal itu memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan emosi dan identitas tanpa merasa terhakimi, sekaligus membangun kepercayaan diri.
“Menjadi karakter tertentu dapat menjadi pelarian yang sehat dari tekanan identitas sosial yang membatasi,” jelasnya.
Baca juga:
Kasandra mengatakan bahwa aktivitas menjadi cosplayer dapat memberikan sejumlah dampak psikologis positif, terutama dalam hal kesehatan mental, ekspresi diri, dan pembentukan identitas.
“Mengenakan kostum karakter yang dikagumi sering kali membuat individu merasa lebih kuat, berani, atau menarik,” ujarnya.
Dalam jurnal Cosplay: Imaginative Self and Performing Identity karya Osmud Rahman (2012) yang dijelaskan lebih lanjut oleh Kasandra, disebutkan bahwa cosplay menjadi alat membangun kepercayaan diri melalui pengakuan sosial dan penerimaan komunitas.
Lebih lanjut, Kasandra menjelaskan bahwa bagi banyak individu, cosplay berfungsi sebagai coping mechanism yang sehat, yakni sebuah bentuk pelarian dari tekanan hidup atau kecemasan yang disalurkan melalui kreativitas dan imajinasi.
Aktivitas ini memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan perasaan, mengeksplorasi identitas, serta menciptakan ruang pribadi yang aman dan menyenangkan di tengah tantangan kehidupan sehari-hari.