“Aktivitas seperti membuat kostum, tampil di acara, dan bermain peran bisa memicu flow state, yang berdampak positif pada kesejahteraan mental,” kata dia.
Namun demikian, Kasandra mewanti-wanti bahwa menjadi cosplayer juga harus memilah komunitas yang baik.
Ia menekankan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan kenyamanan dalam menjalani hobi ini.
“Bergabunglah dengan komunitas yang mendukung, inklusif, dan bebas dari drama atau toxic behavior. Hindari lingkaran sosial yang meremehkan atau mengejek,” ujarnya.
Menurut pakar budaya Hikmat Darmawan, komunitas cosplay di Indonesia sebagai bentuk dari tribalisme, yakni munculnya rasa memiliki dan keterikatan yang kuat ketika seseorang menemukan kelompok atau teman dengan minat dan identitas yang sejalan.
“Walaupun kayaknya itu individual expression tetapi kebanyakan itu kan mereka lebih kuat karena ada perasaan bersama. Kalau saya melihatnya jadi lebih ada unsur tribalismenya,” ujar Hikmat kepada Ohayo Jepang, Jumat (23/5/2025).
Menurut Hikmat, ikatan dalam komunitas cosplay tak hanya berdasarkan kesamaan hobi, tetapi juga pada rasa saling mendukung dalam berekspresi.
Banyak cosplayer merasa lebih nyaman menjadi diri mereka sendiri di lingkungan ini, karena dihargai atas kreativitas dan keberanian mereka dalam menampilkan karakter ikonik.
Hal ini juga memperkuat identitas kolektif komunitas dan memberi ruang bagi anggotanya untuk membangun koneksi sosial yang bermakna.