Sejak tahun 1971, Jepang mulai membatasi penanaman padi dan mendorong diversifikasi pertanian ke komoditas lain seperti kedelai.
Kebijakan ini muncul sebagai respons atas menurunnya konsumsi beras dalam pola makan masyarakat Jepang.
Akibatnya, luas lahan sawah yang digunakan untuk konsumsi menurun drastis.
Pada tahun 2024, total lahan sawah tercatat di bawah 1,4 juta hektare, turun tajam dari puncaknya yang mencapai 3,3 juta hektare pada tahun 1960.
Meski kebijakan tersebut secara resmi dihapus pada 2018, insentif untuk menanam selain padi masih terus berjalan.
Kini, dengan krisis beras yang melanda, pemerintah mengambil arah baru dan kembali mengajak petani untuk fokus pada produksi beras.
Langkah ini juga tidak lepas dari tekanan politik yang tengah dihadapi pemerintah Ishiba.
Penurunan drastis harga diri publik terhadap kepemimpinannya dipicu oleh kemarahan masyarakat atas mahalnya harga beras.
Kondisi ini berdampak pada hasil pemilu, di mana Partai Demokrat Liberal kehilangan mayoritas di kedua majelis parlemen.
Dengan mendorong produksi padi dan memperkuat cadangan pangan dalam negeri, pemerintah berharap bisa meredam keresahan publik sekaligus memperbaiki citra politik.
Langkah ini juga mencerminkan upaya pemerintah untuk lebih adaptif terhadap kondisi pasar dan kebutuhan masyarakat.
View this post on Instagram