Gelombang panas melanda Jepang dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA) mencatat 17 rekor suhu tertinggi di berbagai wilayah pada Senin (4/8/2025).
Hal itu terjadi hanya berselang beberapa hari setelah negara ini mengalami Juni dan Juli terpanas sepanjang sejarah pencatatan suhu sejak 1898.
Lonjakan suhu ini menjadi tanda nyata bahwa perubahan iklim semakin berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat.
Kondisi serupa juga terlihat di berbagai belahan dunia, termasuk Asia, yang menurut data internasional menjadi salah satu benua dengan laju pemanasan tercepat sejak 1990.
Di Jepang, suhu tinggi ini tak hanya terasa menyengat, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pertanian, ekosistem, dan keseimbangan alam.
Berikut rangkuman data terbaru dan dampak yang mulai dirasakan akibat cuaca ekstrem tersebut melansir kantor berita AFP (4/8/2025).
Baca juga:
Komatsu di Prefektur Ishikawa menjadi kota dengan suhu tertinggi pada Senin lalu, yakni 40,3 derajat Celsius.
Sementara itu, Kota Toyama di Prefektur Toyama mencatatkan suhu 39,8 derajat Celsius, tertinggi sejak pencatatan dimulai di wilayah tersebut.
Selain dua kota itu, JMA mencatat 15 lokasi lainnya di Jepang mengalami suhu ekstrem antara 35,7 hingga 39,8 derajat Celsius.
Data suhu ini diambil dari lebih dari 900 titik pengamatan di seluruh Jepang.
Sebelumnya, pada 30 Juli, Jepang mencatatkan suhu tertinggi sepanjang sejarah yaitu 41,2 derajat Celsius di wilayah barat Prefektur Hyogo.
Suhu tinggi ini terjadi di tengah musim panas yang datang lebih cepat dari biasanya dan tingkat curah hujan yang rendah.
Musim hujan di wilayah barat Jepang berakhir sekitar tiga minggu lebih awal dari biasanya, sebuah catatan baru lainnya tahun ini.
Minimnya curah hujan membuat sejumlah bendungan di wilayah utara hampir kering, menurut Kementerian Pertanahan Jepang.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani bahwa kekurangan air dan suhu panas ekstrem dapat berdampak buruk pada hasil panen.
Tak hanya itu, perubahan iklim juga memengaruhi siklus alam lainnya di Jepang.
Bunga sakura yang menjadi simbol negara tersebut mulai mekar lebih awal dari biasanya.
Beberapa pohon bahkan tidak mekar sepenuhnya karena suhu musim gugur dan musim dingin yang terlalu hangat untuk memicu proses pembungaan.
Selain itu, puncak bersalju Gunung Fuji tercatat muncul paling lambat dalam sejarah tahun lalu.
Salju baru muncul pada awal November, padahal rata-rata biasanya mulai terlihat pada awal Oktober.
JMA mengingatkan bahwa Jepang masih akan menghadapi cuaca panas ekstrem dalam beberapa bulan mendatang.
Kenaikan suhu ini juga terjadi secara tidak merata di seluruh dunia.
Namun, data global dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menunjukkan bahwa Asia, termasuk Jepang, merupakan salah satu benua dengan laju pemanasan tercepat sejak 1990, setelah Eropa.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa dampak perubahan iklim makin terasa dan perlu diantisipasi dengan kebijakan serta kesadaran kolektif.
View this post on Instagram