Saat pertama kali pindah ke Jepang, saya langsung tertarik dengan budaya masyarakatnya yang sangat menghargai tradisi, terutama saat festival berlangsung.
Dulu, saya hanya bisa melihat festival Jepang lewat video atau unggahan media sosial.
Sekarang, saya bisa menyaksikannya langsung.
Momen itu membuat saya makin kagum terhadap semangat warga Jepang dalam melestarikan warisan budaya mereka.
Saya tiba di Jepang pada bulan April, bertepatan dengan musim sakura.
Banyak festival digelar saat itu, namun saya melewatkan sebagian besar karena minim informasi.
Ketika musim panas tiba, saya menemukan daftar panjang festival yang bisa dihadiri.
Setiap akhir pekan terasa seperti ada acara baru yang menarik untuk dikunjungi.
Saya pun menyadari bahwa di Jepang, setiap musim punya festival khasnya.
Musim panas adalah salah satu yang paling meriah dan penuh warna.
Baca juga:
Setelah beberapa bulan tinggal di Jepang, akhirnya saya ikut festival pertama saya, yaitu Bon Odori di Asakusa.
Festival ini berlangsung pada 28 Juni, dari pukul 18.00 sampai 21.00 di Sanyabori Square, Distrik Sumida.
Lokasinya tidak jauh dari Tokyo Skytree yang terlihat jelas dari area festival.
Begitu sampai, saya langsung terkesan melihat kerumunan orang yang sangat ramai.
Warga lokal dan wisatawan datang bersama-sama, menciptakan suasana meriah.
Banyak yang mengenakan yukata, pakaian musim panas tradisional Jepang.
Pakaian itu membuat suasana terasa semakin khas dan otentik.
Di tengah lapangan terdapat panggung utama tempat penari memimpin tarian Bon Odori.
Begitu musik dimulai, para pengunjung menari melingkar mengikuti gerakan dari atas panggung.
Gerakannya sederhana dan mudah diikuti, bahkan oleh orang asing seperti saya.
Saya ikut menari bersama mereka, tanpa ragu atau canggung.
Suasananya hangat, akrab, dan penuh kebahagiaan.
Di sekitar area, banyak stan makanan yang ikut memeriahkan festival.
Aroma makanan dan suara tawa membuat malam itu terasa sangat hidup.
Bon Odori merupakan festival musim panas yang diadakan untuk menghormati arwah leluhur.
Biasanya, ini menjadi momen bagi keluarga untuk berkumpul dan mengenang mereka yang telah tiada.
Mengikuti Bon Odori membuat saya bertanya-tanya, apakah ada festival serupa di Indonesia?
Indonesia juga memiliki banyak festival budaya dan keagamaan yang tidak kalah menarik.
Misalnya, pawai obor saat Maulid Nabi, perayaan 17 Agustus, hingga acara adat di berbagai daerah.
Masing-masing daerah punya ciri khas dan bentuk perayaannya sendiri.
Namun, ada satu hal yang saya rasakan berbeda, yaitu partisipasi masyarakat.
Di Jepang, semua orang ikut ambil bagian secara aktif dalam festival.
Mereka menari, mengenakan kostum tradisional, dan datang bukan hanya untuk menonton.
Sebaliknya, festival di Indonesia sering kali bersifat lebih sebagai tontonan panggung.
Banyak orang hadir sebagai penonton, bukan peserta.
Misalnya saat konser dangdut atau pertunjukan budaya di kampung.
Yang tampil hanya sebagian kecil, sementara sisanya menikmati dari jauh.
Budaya Indonesia yang sangat beragam juga membuat setiap daerah punya tradisi masing-masing.
Hal ini membuat tidak ada satu jenis festival yang dirayakan secara nasional dengan suasana yang sama.
Berbeda dengan Bon Odori atau Tanabata yang bisa dirasakan di banyak kota di Jepang.
Bagi saya, festival bukan sekadar hiburan sesaat.
Bon Odori membuat saya melihat festival sebagai jembatan antarbudaya dan antargenerasi.
Saya merasa diterima meskipun baru pertama kali ikut serta.
Warga lokal dan pendatang bisa merayakan kebersamaan lewat tarian dan suasana yang menyenangkan.
Saya jadi membayangkan, bagaimana jika festival di Indonesia dikemas lebih terbuka dan interaktif?
Promosi yang lebih baik dan akses yang lebih mudah bisa mendorong keterlibatan masyarakat.
Orang-orang mungkin akan lebih bersemangat untuk ikut, bukan sekadar menonton.
Festival bisa jadi ruang untuk merayakan identitas dan mempererat ikatan sosial.
Saya berharap suatu hari nanti, festival di Indonesia juga bisa menjadi momen partisipatif yang menyatukan banyak orang.
Penulis: Husen, WNI yang baru pindah ke Jepang dan mulai mengeksplorasi berbagai pengalaman budaya di Tokyo.
Artikel ini disediakan oleh Karaksa Media Partner (Juli 2025)
View this post on Instagram