Dalam pemilu sebelumnya pada 2022, mereka memenangkan satu kursi setelah mengampanyekan retorika yang menolak dominasi institusi global dan elit finansial.
Dalam kampanye tahun ini, mereka kembali membawa narasi populis seperti pemotongan pajak konsumsi dan peningkatan tunjangan anak.
Namun, yang paling menonjol dari kampanye mereka adalah sikap nasionalis yang menolak keberadaan imigran asing.
Gaya kampanye ini disebut-sebut terinspirasi dari pendekatan politik mantan Presiden AS, Donald Trump. Sohei Kamiya, pemimpin Sanseito, secara terbuka mengakuinya.
Dukungan terhadap Sanseito datang terutama dari kelompok konservatif muda yang aktif di dunia digital.
Mereka merasa nilai konservatif tak lagi diwakili oleh partai penguasa, Partai Demokrat Liberal (LDP).
Kemenangan Sanseito mengindikasikan pergeseran arah politik konservatif di Jepang.
Di tengah krisis ekonomi dan tingginya biaya hidup, banyak pemilih mulai kehilangan kepercayaan terhadap Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan pemerintahannya.
Sebagian pemilih menganggap Ishiba tidak cukup konservatif, terutama jika dibandingkan dengan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Kurangnya sikap tegas terhadap isu-isu nasional seperti sejarah dan hubungan dengan China membuat Ishiba dinilai lemah oleh kelompok konservatif.