Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Worklife

LPK Jepang Tegaskan Tak Cek Latar Belakang Silat Calon Pekerja

Kompas.com - 22/07/2025, 18:39 WIB

Belakangan ini, video yang memperlihatkan aksi anggota PSHT di Jepang kembali menjadi sorotan publik.

Ramainya berita itu memunculkan kabar bahwa lembaga pelatihan kerja (LPK) Jepang di Indonesia mulai mengecek apakah calon pekerja pernah ikut organisasi silat sebelum diterima.

Namun, kabar tersebut ditepis langsung oleh beberapa LPK Jepang yang dihubungi oleh Ohayo Jepang.

Kabar soal pengecekan latar belakang silat salah satunya berawal dari sebuah video viral di TikTok.

Dalam video itu, pengguna akun @ferlisfelix bercerita bahwa saudaranya yang hendak berangkat kerja ke Jepang harus menjalani pengecekan latar belakang karena pernah ikut perguruan silat.

Video yang telah ditonton lebih dari 1,1 juta kali dengan 71,8 ribu likes dan 7.172 komentar itu tidak menyebutkan nama LPK, lokasi, maupun nama perguruan silat yang dimaksud.

@ferlisfelix Disclaimer: Gak tau lagi sumpah hiyat hiyat bikin malu😂 taunya lpk nya cuma hiyat hiyat yg bikin masalah!!!! #fyp #silat ♬ suara asli - Ferlis

Narasi maupun caption tidak secara jelas menyatakan bahwa pihak LPK mengecek latar belakang silat calon pekerja.

Namun, banyak komentar warganet yang menginterpretasikan seolah-olah LPK kini menyaring calon pekerja dengan melihat latar belakang organisasi silat.

“klo LPK udah ngelarang berarti perusahaan sana udah nge blacklist organisasi" gini krn mereka ga mau nerima, ga mungkin LPK ngasih orang yg perusahaan ga mau,rugi mereka,” komentar salah satu pengguna TikTok.

“ada data nya, jadi LPK nya lebih cari aman, dari pada izin LPK nya di cabut, lebih baik berangkatin yang gak ikut silat, gitu.,” tulis pengguna lain.

Baca juga:

Kunjungi LPK JIEMA di Lampung, Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, ingatkan calon PMI hindari modus cheap labor di Jepang.
Kunjungi LPK JIEMA di Lampung, Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, ingatkan calon PMI hindari modus cheap labor di Jepang.

LPK Tidak Cek Latar Belakang Silat

Ketua LPK Harajuku Rawin, menegaskan bahwa lembaganya tidak pernah memeriksa latar belakang silat calon pekerja migran Indonesia (PMI) yang ingin bergabung.

“Saya berfikir bahwa rekan-rekan pengelola LPK lain juga memiliki standar prosedur penerimaan peserta dengan memperhatikan persyaratan umum untuk bekerja atau magang di Jepang. Bukan melihat latar belakang tertentu sebagai syarat penerimaan peserta,” ujar Rawin kepada Ohayo Jepang (22/7/2025).

Rawin juga menjelaskan sejumlah syarat untuk masuk ke LPK Harajuku.

Calon peserta program Specified Skilled Worker (SSW) atau Tokutei Ginou minimal berusia 19 tahun hingga sekitar 37 tahun dan pendidikan minimal SMA/K/sederajat.

Selain itu, mereka harus lulus ujian kemampuan bahasa Jepang level N4 JLPT atau JFT A2 dan ujian keterampilan kerja.

Sementara itu, bagi calon peserta yang mau menjadi perawat medis dan perawat lansia dalam program IJ-EPA harus berusia 21-35 tahun dan minimal lulusan D3 Kesehatan.

"Pelatihan di LPK Harajuku tergantung level bahasa Jepang yang ingin dikuasai, dari 1-6 bulan. Selain bahasa, tentu di LPK ada pelatihan dan pengenalan budaya di Jepang," tambah Rawin.

Senada dengan Rawin, Direktur LPK Hiro Karanganyar Bowo Kristianto, menyatakan bahwa pihaknya tidak menyaring peserta berdasarkan organisasi tertentu.

Namun, LPK Hiro sudah lama menerapkan screening ketat terkait perilaku dan karakter siswa.

“Jadi sedikit ada perilaku dan karakter yang kurang baik langsung kami drop out (DO). Jadi selama ini perilaku siswa (LPK) Hiro di Jepang terjaga dengan baik,” jelas Bowo melalui keterangan tertulis kepada Ohayo Jepang (22/7/2025).

Menurut Bowo, screening mencakup wawancara awal yang mendetail dan pengamatan perilaku selama enam bulan pembelajaran dan tinggal di asrama.

Ada pula tahap penilaian dari sesama peserta, pengamatan media sosial, dan evaluasi kemampuan belajar. 

Biasanya, banyak peserta yang gugur pada tahap pengamatan perilaku di asrama.

Dokumentasi calon pekerja yang lolos ujian SSW sopir bus di LPKS Shankara.
Dokumentasi calon pekerja yang lolos ujian SSW sopir bus di LPKS Shankara.

Dari sisi lain, Corporate Relation LPK Shankara Mohamad Rizal Yuryansyah turut menegaskan bahwa lembaganya tidak memeriksa latar belakang organisasi peserta.

Rizal menyebut, solusi yang mereka tempuh adalah memberi pembekalan yang cukup selama masa pelatihan.

“Pelatihan kami cukup panjang, 6-8 bulan. Di situ kami isi juga tentang budaya, adab di Jepang. Pengajar-pengajar kami mengutamakan yang pernah tinggal di sana. Oleh karena itu, kami berharap pembekalan ini dapat mengubah mindset siapapun yang belajar di Shankara,” kata Rizal.

Selain itu, LPK Shankara juga melakukan screening dasar, seperti pemeriksaan kesehatan, trial class untuk melihat kemampuan belajar, serta pemantauan kepribadian peserta selama pelatihan.

Para peserta diajarkan bagaimana cara berperilaku dan berkomunikasi sesuai budaya Jepang.

Hal itu termasuk memahami hal yang biasa dilakukan di Indonesia tetapi dianggap tidak pantas di Jepang.

Baca juga:

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.