Namun, LPK Hiro sudah lama menerapkan screening ketat terkait perilaku dan karakter siswa.
“Jadi sedikit ada perilaku dan karakter yang kurang baik langsung kami drop out (DO). Jadi selama ini perilaku siswa (LPK) Hiro di Jepang terjaga dengan baik,” jelas Bowo melalui keterangan tertulis kepada Ohayo Jepang (22/7/2025).
Menurut Bowo, screening mencakup wawancara awal yang mendetail dan pengamatan perilaku selama enam bulan pembelajaran dan tinggal di asrama.
Ada pula tahap penilaian dari sesama peserta, pengamatan media sosial, dan evaluasi kemampuan belajar.
Biasanya, banyak peserta yang gugur pada tahap pengamatan perilaku di asrama.
Dari sisi lain, Corporate Relation LPK Shankara Mohamad Rizal Yuryansyah turut menegaskan bahwa lembaganya tidak memeriksa latar belakang organisasi peserta.
Rizal menyebut, solusi yang mereka tempuh adalah memberi pembekalan yang cukup selama masa pelatihan.
“Pelatihan kami cukup panjang, 6-8 bulan. Di situ kami isi juga tentang budaya, adab di Jepang. Pengajar-pengajar kami mengutamakan yang pernah tinggal di sana. Oleh karena itu, kami berharap pembekalan ini dapat mengubah mindset siapapun yang belajar di Shankara,” kata Rizal.
Selain itu, LPK Shankara juga melakukan screening dasar, seperti pemeriksaan kesehatan, trial class untuk melihat kemampuan belajar, serta pemantauan kepribadian peserta selama pelatihan.
Para peserta diajarkan bagaimana cara berperilaku dan berkomunikasi sesuai budaya Jepang.
Hal itu termasuk memahami hal yang biasa dilakukan di Indonesia tetapi dianggap tidak pantas di Jepang.
Baca juga:
View this post on Instagram