“Kerja dan magang itu beda. Kalau kerja, kontraknya jelas dan salary-nya lebih bagus. Nah, ini yang mau kita atur agar tidak ada modus terselubung dari negara penempatan,” tegas Karding.
Meski demikian, Karding menegaskan tidak berniat melarang magang luar negeri.
Ia menekankan pentingnya penataan sistem magang agar tidak disalahgunakan.
Salah satu skema yang diusulkan adalah menjadikan magang sebagai jalur transisi menuju pekerjaan formal.
“Misalnya magang hanya setahun, lalu diangkat menjadi pekerja tetap yang terdata sebagai pekerja migran. Atau kembali ke Indonesia dan bekerja di perusahaan yang mengirimnya,” kata Karding.
Selain soal magang, Kemen-P2MI juga mendorong kolaborasi dengan sektor swasta, termasuk Bosowa Grup, guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan ditempatkan di luar negeri.
Selama ini, mayoritas pekerja migran Indonesia masih didominasi oleh pekerja domestik.
Karding menilai, sudah saatnya Indonesia mengirim lebih banyak tenaga terampil yang telah dilatih secara profesional sebelum diberangkatkan.
“Kami sangat terbuka jika Bosowa ingin berinvestasi di pelatihan SDM. Ini bisa menjadi bagian dari pengembangan Bosowa juga, karena setelah dua tahun kerja di luar negeri, mereka bisa kembali dan jadi bagian penting perusahaan,” kata Karding.
Karding menutup dengan menegaskan pentingnya perubahan paradigma dari magang menjadi pekerja formal agar para pekerja migran dapat pulang membawa ilmu, keterampilan, dan semangat baru.
View this post on Instagram