Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, berkomitmen membentuk pusat kendali baru di bawah Sekretariat Kabinet untuk menangani isu terkait warga asing di Jepang.
Pembentukan tim ini dijadwalkan berlangsung awal minggu depan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi dalam konferensi pers rutin pada Selasa (9/7/2025).
Langkah ini menjadi respons atas meningkatnya perhatian publik terhadap isu imigrasi dan peran warga asing dalam masyarakat Jepang.
Dalam masa kampanye menjelang pemilu Majelis Tinggi (House of Councillors) yang akan digelar 20 Juli mendatang, sejumlah partai kecil mengangkat isu ini sebagai salah satu fokus utama.
Beberapa dari mereka bahkan mendorong pengetatan aturan terhadap warga asing untuk, menurut klaim mereka, melindungi hak warga negara Jepang.
Hayashi menyebut, menciptakan masyarakat yang tertib dan inklusif bagi warga asing merupakan salah satu prioritas kebijakan pemerintah saat ini.
Pemerintah menilai keberadaan warga asing perlu dipandang sebagai bagian dari masyarakat, bukan sebagai masalah sehingga dibutuhkan pendekatan yang adil dan seimbang.
Baca juga:
Melansir Kyodo News (8/7/2025), jumlah warga negara asing yang tinggal di Jepang tercatat mencapai rekor 3,76 juta orang pada akhir tahun 2024.
Warga asing yang tinggal lebih dari tiga bulan dan terdaftar secara resmi di Jepang diwajibkan untuk mengikuti program Asuransi Kesehatan Nasional.
Program itu ditujukan bagi warga yang tidak memiliki asuransi kerja, seperti wiraswasta dan pengangguran.
Namun, tingkat kepatuhan pembayaran iuran di antara warga asing masih tergolong rendah.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, dari 150 kota yang disurvei, rata-rata tingkat pembayaran iuran warga asing hanya 63 persen.
Sebagai perbandingan, tingkat pembayaran keseluruhan (termasuk warga Jepang) mencapai 93 persen.
Pada tahun fiskal 2023, warga asing tercatat mewakili 4 persen dari total 23,78 juta peserta asuransi.
Isu ini kemudian dimanfaatkan oleh beberapa partai oposisi konservatif untuk mengangkat narasi negatif terhadap warga asing, termasuk tudingan terkait penyalahgunaan sistem kesejahteraan nasional.
Sebagian pernyataan mereka bahkan mengarah pada ujaran kebencian dan sentimen anti-imigran.
Menteri Kehakiman Keisuke Suzuki menegaskan bahwa koeksistensi yang tertib antara warga Jepang dan warga asing sangat penting.
Ia juga menekankan bahwa tidak seharusnya ada xenofobia dalam wacana publik.
Suzuki menambahkan bahwa pemerintah telah mengambil langkah yang diperlukan untuk menangani pelanggaran aturan.
Langkah tersebut termasuk kemungkinan deportasi bagi warga asing yang tidak mematuhi hukum dan ketentuan visa mereka.
Seiring meningkatnya tensi menjelang pemilu, pernyataan-pernyataan kontroversial dari sejumlah tokoh politik muncul ke permukaan.
Naoki Hyakuta, mantan novelis yang kini memimpin Partai Konservatif Jepang, melontarkan tuduhan bahwa pekerja asing tidak menghormati budaya Jepang dan melakukan kejahatan.
Di sisi lain, Partai Sanseito yang juga membawa pesan nasionalis melalui slogan “Japanese First” menuding globalisasi sebagai penyebab kemiskinan di Jepang.
Ketua Sanseito, Sohei Kamiya, menyebut peningkatan jumlah pekerja asing telah berdampak pada kepemilikan lahan dan saham perusahaan oleh orang asing.
Ia juga menyoroti ketergantungan Jepang terhadap tenaga kerja asing di tengah kekurangan tenaga kerja domestik.
Kedua partai tersebut masing-masing berhasil meraih tiga kursi dalam pemilu Majelis Rendah tahun lalu.
Kehadiran mereka kini memperkuat suara konservatif di kancah politik nasional.
Namun, data kepolisian menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan warga asing dalam kasus kriminal relatif stabil.
Hingga 2022, angka kejadian cenderung menurun, dengan sedikit peningkatan pada 2023.
Dalam satu dekade terakhir, persentase keterlibatan warga asing dalam total kasus kriminal di Jepang tetap di angka sekitar 2 persen.
Hiroshi Shiratori, profesor ilmu politik dari Universitas Hosei, menilai bahwa tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat telah memicu kemarahan yang dialihkan kepada warga asing.
Ia memperingatkan bahwa menjadikan warga asing sebagai kambing hitam atas persoalan ekonomi seperti pelemahan yen adalah pendekatan yang tidak bertanggung jawab dan berisiko menimbulkan diskriminasi.
Langkah pemerintah membentuk tim khusus ini diharapkan mampu merespons tantangan dengan pendekatan yang lebih seimbang.
Alih-alih memperkeruh suasana, pemerintah berupaya mengarahkan isu ini ke arah dialog yang lebih konstruktif dan inklusif.
© Kyodo News
View this post on Instagram