Saat matahari musim panas mulai muncul dan hujan lembut tsuyu mulai turun di Jepang, suasana pun berubah.
Bukan hanya alam yang berganti wajah, tapi juga cara orang berpakaian.
Salah satu perubahan paling menarik terlihat lewat yukata, pakaian tradisional ringan yang menjadi ikon musim panas di Jepang.
Yukata bukan sekadar busana musim panas. Di Jepang, yukata punya peran penting selama festival musim panas dan musim hujan.
Busana ini menggabungkan gaya, kenyamanan, dan tradisi yang kuat.
Tak heran jika yukata sering terlihat saat festival kembang api, jalan-jalan ke kuil, atau acara melihat bunga hortensia.
Baca juga:
Yukata pertama kali muncul pada zaman Heian (794–1185) sebagai pakaian yang dikenakan setelah mandi.
Kini, fungsinya berubah. Yukata menjadi pilihan utama untuk menikmati musim panas dan menghadiri berbagai acara di cuaca hangat.
Yukata biasanya terbuat dari bahan katun atau poliester yang ringan dan tidak berlapis. Busana ini nyaman dikenakan di tengah kelembapan musim panas dan gerimis musim hujan.
Selama musim ini, masyarakat Jepang sering mengenakan yukata saat menghadiri:
Matsuri yaitu festival yang merayakan dewa-dewi musim atau tradisi lokal
Hanabi taikai atau festival kembang api di malam hari
Festival bunga hortensia dan festival lentera yang biasa digelar sepanjang bulan Juni
Menggunakan yukata saat menghadiri acara seperti ini bukan hanya mengikuti tradisi.
Lebih dari itu, yukata menambah kesan anggun dan nostalgia yang khas musim panas di Jepang.
Yukata dan kimono musim panas memang terlihat serupa, tetapi fungsinya berbeda.
Yukata bersifat santai dan praktis. Busana ini dirancang untuk dipakai di cuaca panas tanpa banyak lapisan.
Sebaliknya, kimono musim panas seperti jenis ro dan sha terbuat dari kain sutra yang tipis dan transparan.
Kimono ini biasanya dikenakan di acara formal dan perlu lapisan dalam.
Salah satu keunggulan yukata adalah kesederhanaannya.
Kamu tidak perlu bantuan profesional untuk memakai yukata. Cukup satu sabuk obi, yukata sudah siap digunakan.
Busana ini cocok bagi pengunjung festival atau wisatawan yang ingin merasakan budaya Jepang secara langsung.
Musim hujan di Jepang, atau tsuyu, berlangsung dari awal Juni hingga pertengahan Juli.
Meski langit sering mendung, suasana di jalan tetap hidup. Payung warna-warni dan yukata yang cerah ikut menghiasi hari-hari yang lembap.
Beberapa festival besar tetap digelar meski cuaca tidak selalu cerah, seperti:
Festival Hydrangea di Kamakura
Festival Kuil Atsuta di Nagoya
Yosakoi Soran di Sapporo
Yukata sangat cocok dikenakan saat musim ini. Bahannya ringan dan nyaman, sementara desainnya tetap menampilkan semangat perayaan.
Yukata kini juga menjadi bagian dari pengalaman menginap di Jepang.
Banyak ryokan (penginapan tradisional) dan resor onsen menyediakan yukata untuk tamu sebagai pakaian santai.
Biasanya, yukata versi hotel hadir dalam warna-warna netral. Tamu bisa mengenakannya sepanjang hari, termasuk saat makan malam.
Penggunaan ini menunjukkan bahwa yukata tak hanya terbatas di festival, tapi juga jadi bagian dari keramahan khas Jepang.
Desain yukata terus berkembang mengikuti zaman.
Kita bisa menemukan motif klasik seperti bunga atau kembang api, hingga desain modern yang menarik perhatian generasi muda.
Di kota seperti Kyoto dan Tokyo, toko penyewaan yukata memudahkan wisatawan atau warga lokal mengenakan yukata saat berwisata atau menghadiri acara budaya.
Di luar Jepang, minat terhadap budaya Jepang juga terus tumbuh.
Di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, yukata sering muncul dalam berbagai acara budaya Jepang.
Yukata bukan hanya pakaian musim panas yang sejuk dan praktis. Lebih dari itu, yukata adalah bentuk nyata dari tradisi dan keindahan musim di Jepang.
Saat musim panas dan musim hujan datang, yukata menjadi simbol yang menghubungkan masyarakat dengan alam, budaya, dan kebersamaan.
Sumber:
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Juni 2025)
View this post on Instagram