Kini, matcha hadir dalam berbagai kelas kualitas.
Matcha kelas seremonial digunakan dalam upacara tradisional, sedangkan matcha kelas kuliner biasa dipakai untuk memasak atau membuat kue.
Proses produksi matcha cukup kompleks dan memerlukan ketelatenan. Daun teh yang digunakan disebut tencha.
Petani menanam daun ini di tempat teduh selama beberapa minggu sebelum panen. Tujuannya untuk meningkatkan rasa, warna, dan kandungan nutrisinya.
Masahiro Okutomi, seorang produsen teh di Sayama, Jepang, menjelaskan bahwa penanaman tencha membutuhkan struktur khusus berupa tiang dan atap untuk menyaring cahaya.
Setelah dipanen, daun tencha dipisahkan dari tulangnya, dikukus, dikeringkan, dan digiling halus menggunakan batu penggiling tradisional.
Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan matcha sangat lama.
Satu jam kerja hanya bisa menghasilkan sekitar 40 gram bubuk matcha.
Hal itulah yang membuat biaya produksi matcha bisa dua kali lipat lebih mahal dibandingkan daun teh hijau biasa.