Suhu panas ekstrem melanda sejumlah wilayah di Jepang pada Rabu (18/6/2025) hingga memicu peringatan bahaya serangan panas (heatstroke).
Bahkan, menyebabkan puluhan orang harus mendapatkan perawatan medis darurat, terutama di Tokyo.
Melansir kantor berita AFP (18/6/2025), menurut Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA), suhu udara di Tokyo mencapai 34,4 derajat Celsius.
Sementara 14 kota lain mencatatkan rekor suhu tertinggi pada Juni.
Meski gelombang panas menyelimuti berbagai wilayah, Jepang saat ini juga memasuki musim hujan.
Pada Minggu (15/6/2025), Badan Meteorologi Jepang memperingatkan potensi hujan lebat disertai petir di wilayah timur dan beberapa wilayah lainnya.
JMA melaporkan bahwa udara hangat dan lembap yang mengalir ke sistem tekanan rendah di atas Laut Jepang menyebabkan pembentukan awan hujan di wilayah Tokai, Kanto, dan Tohoku.
Di kota Shimada, Prefektur Shizuoka, curah hujan mencapai 61 milimeter per jam pada Senin dini hari, memicu peringatan longsor di beberapa area.
Mengutip Xinhua (15/6/2025), hujan deras lokal dengan intensitas lebih dari 30 milimeter per jam diperkirakan akan terus terjadi di wilayah timur Jepang.
Meski hujan mulai mereda di wilayah Kyushu, pihak berwenang memperingatkan kemungkinan hujan deras kembali terjadi hingga Selasa.
Hujan tersebut diprediksi dapat menyebabkan banjir, luapan sungai, dan tanah longsor.
Fenomena ini menunjukkan bahwa musim panas di Jepang tidak selalu kering, melainkan sering tumpang tindih dengan musim hujan (tsuyu), terutama selama Juni dan Juli.
Hal ini membuat masyarakat menghadapi tantangan ganda yaitu panas ekstrem dan potensi bencana akibat hujan.
Baca juga:
Dinas kesehatan Tokyo melaporkan, setidaknya 57 orang dilarikan ke rumah sakit pada Rabu akibat gejala yang berkaitan dengan serangan panas.
Sehari sebelumnya, tercatat 169 orang mengalami kondisi serupa.
Di wilayah lain, sedikitnya tiga orang dilaporkan meninggal dunia karena paparan panas ekstrem pekan ini.
Pihak berwenang kembali mengimbau masyarakat untuk tetap berada di ruangan berpendingin udara dan menjaga asupan cairan tubuh.
Imbauan ini terutama ditujukan kepada para lansia, kelompok usia yang paling rentan terhadap dampak gelombang panas.
Data pemerintah mencatat bahwa lebih dari 80 persen korban meninggal akibat serangan panas dalam lima tahun terakhir adalah warga lanjut usia.
Beberapa warga Tokyo memilih mengenakan pakaian khusus penolak panas dan menggunakan aksesori pelindung untuk bertahan dari terik matahari.
“Saya rendam syal ini di air, lalu lilitkan di leher. Rasanya sejuk,” ujar Junko Kobayashi (73) kepada kantor berita AFP.
“Saya juga pakai payung ini. Bisa memblokir cahaya dan panas, jadi terasa lebih dingin.”
Warga lanjut usia lainnya, seperti Naoki Ito (80), mengaku rutin minum air meskipun hanya sedikit demi sedikit.
“Tidak perlu teguk besar, cukup sedikit-sedikit saja, yang penting teratur,” kata Ito.
Pemerintah Jepang juga rutin mengingatkan masyarakat untuk mengurangi aktivitas fisik di luar ruangan, menghindari paparan sinar matahari langsung, dan mencukupi kebutuhan cairan tubuh.
Kini, masyarakat juga diminta untuk melek informasi cuaca, karena kombinasi antara gelombang panas dan musim hujan meningkatkan risiko bencana ganda.
Menghadapi cuaca ekstrem yang semakin sulit diprediksi, kewaspadaan dan adaptasi menjadi kunci keselamatan.
Cuaca panas juga menjadi tantangan bagi para wisatawan asing yang tengah menikmati liburan di Jepang.
Pada Mei 2025, jumlah wisatawan mancanegara meningkat 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data resmi pariwisata.
“Sangat terik,” ungkap Jack Budd (31), turis asal Australia yang berusaha mencari tempat teduh bersama rekannya.
“Anginnya juga hangat, jadi sulit merasa sejuk kecuali masuk ke dalam ruangan,” ujarnya.
View this post on Instagram