Imbauan ini terutama ditujukan kepada para lansia, kelompok usia yang paling rentan terhadap dampak gelombang panas.
Data pemerintah mencatat bahwa lebih dari 80 persen korban meninggal akibat serangan panas dalam lima tahun terakhir adalah warga lanjut usia.
Beberapa warga Tokyo memilih mengenakan pakaian khusus penolak panas dan menggunakan aksesori pelindung untuk bertahan dari terik matahari.
“Saya rendam syal ini di air, lalu lilitkan di leher. Rasanya sejuk,” ujar Junko Kobayashi (73) kepada kantor berita AFP.
“Saya juga pakai payung ini. Bisa memblokir cahaya dan panas, jadi terasa lebih dingin.”
Warga lanjut usia lainnya, seperti Naoki Ito (80), mengaku rutin minum air meskipun hanya sedikit demi sedikit.
“Tidak perlu teguk besar, cukup sedikit-sedikit saja, yang penting teratur,” kata Ito.
Pemerintah Jepang juga rutin mengingatkan masyarakat untuk mengurangi aktivitas fisik di luar ruangan, menghindari paparan sinar matahari langsung, dan mencukupi kebutuhan cairan tubuh.
Kini, masyarakat juga diminta untuk melek informasi cuaca, karena kombinasi antara gelombang panas dan musim hujan meningkatkan risiko bencana ganda.
Menghadapi cuaca ekstrem yang semakin sulit diprediksi, kewaspadaan dan adaptasi menjadi kunci keselamatan.
Cuaca panas juga menjadi tantangan bagi para wisatawan asing yang tengah menikmati liburan di Jepang.
Pada Mei 2025, jumlah wisatawan mancanegara meningkat 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data resmi pariwisata.
“Sangat terik,” ungkap Jack Budd (31), turis asal Australia yang berusaha mencari tempat teduh bersama rekannya.
“Anginnya juga hangat, jadi sulit merasa sejuk kecuali masuk ke dalam ruangan,” ujarnya.
View this post on Instagram