Tim nasional Jepang memenangi pertandingan kontra timnas Indonesia semalam (10/6/2025) dengan skor 6-0.
Samurai Blue, julukan timnas Jepang, bermain menarik perhatian publik global dengan performa di lapangan serta etika yang mereka tunjukkan.
Timnas Jepang yang menduduki peringkat ke-15 FIFA ini punya sejumlah fakta menarik. Simak ya!
Asosiasi Sepak Bola Jepang (Japan Football Association/JFA), yang pada awal pendiriannya bernama Dai-Nippon Shukyu Kyokai (Greater Japan Football Association), didirikan pada September 1921.
Melansir situs web Japan Football Association, inisiatif pendirian JFA didorong oleh penyerahan FA Silver Cup oleh The Football Association (The FA) kepada Jepang pada November 1919.
Pada bulan yang sama, Turnamen Sepak Bola Asosiasi Nasional perdana turut diselenggarakan, kini namanya Emperor's Cup atau Piala Kaisar.
JFA kemudian resmi bergabung dengan FIFA pada Mei 1929.
Menurut Web Japan, julukan Samurai Blue adalah inisiatif dari Japan Football Association (JFA) yang dicetuskan untuk mendukung tim Jepang pada Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman.
Frasa ini menjadi pilihan favorit penggemar dalam jajak pendapat yang diadakan pada Januari 2006.
Nama ini menggabungkan kata samurai, prajurit kuno Jepang yang telah dikenal luas secara global, dengan warna biru pada seragam tim nasional.
Samurai Blue bermakna semangat juang, kebanggaan, menjunjung tinggi fair play, serta keinginan kuat untuk meraih kemenangan.
Baca juga:
Bendera nasional Jepang, Hinomaru, tidak mengandung unsur warna biru. Namun, timnas Jepang secara historis mengenakan seragam biru.
Mengutip Goal, salah satu teori menyebutkan bahwa kesuksesan tim dalam Far Eastern Championship Games 1930 menjadi pemicu pemilihan seragam warna biru.
Pasalnya, mereka memenangkan gelar dengan seragam biru pada pertandingan tersebut.
Sejak saat itu, biru menjadi warna utama timnas Jepang dalam sepak bola.
Seragam variasi warna lain juga pernah digunakan seperti putih dengan aksen biru pada 1980-an dan dengan garis putih serta berlian merah pada 1990-an.
Lambang tim nasional Jepang menampilkan Yatagarasu yakni gagak berkaki tiga dari mitologi Jepang yang melambangkan matahari.
Yatagarasu digambarkan sedang memegang bola berwarna merah solid yang menyerupai cakram merah atau matahari pada bendera nasional.
Menurut Web Japan popularitas sepak bola di Jepang mengalami peningkatan signifikan setelah timnas berhasil mencapai perempat final Olimpiade Tokyo 1964 dan meraih medali perunggu pada Olimpiade Mexico City 1968.
Prestasi ini menjadi faktor penting bagi perkembangan dan ketertarikan masyarakat Jepang terhadap sepak bola.
Menurut Web Japan, salah satu momen krusial dalam sepak bola Jepang adalah pembentukan J-League pada 1993.
Berdirinya liga Jepang profesional ini menggeser bisbol sebagai olahraga favorit di kalangan siswa SMP laki-laki; berdasarkan survei dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang.
Menambahkan dari situs web FIFA, dari situ turnamen sepak bola sekolah menengah juga menjadi budaya olahraga Jepang.
Turnamen ini menarik antusiasme tinggi dari berbagai kalangan usia, menunjukkan tingkat keterlibatan akar rumput yang jarang ditemukan di negara lain.
Sekolah dengan program sepak bola umumnya memiliki lebih dari seratus anggota, dengan persaingan internal yang ketat dan mampu menarik pelatih serta pemain terbaik.
Salah satu contoh adalah legenda timnas Jepang, Keisuke Honda.
Ia justru bersinar saat bermain di sepak bola sekolah menengah, bukan dari akademi sepak bola.
Honda memilih untuk bermain di Seiryo High School yang terletak di Prefektur Ishikawa karena tidak mampu menembus tim U-18 Gamba Osaka.
Dia pernah mencetak dua gol saat Piala Dunia 2010.
Bahkan, dinobatkan sebagai Most Valuable Player (MVP) di Piala Asia 2011 menyusul kemenangan Samurai Blue.
Selain jalur sekolah menengah, sepak bola universitas di Jepang juga menawarkan standar kompetitif tinggi, bahkan mendekati level semi-profesional.
Banyak pemain kunci tim nasional saat ini, seperti Kaoru Mitoma (Brighton) dan Kyogo Furuhashi (Celtic), menempuh jalur universitas sebelum berkarier di liga-liga Eropa.
Keberhasilan Timnas Jepang dalam beberapa dekade terakhir tidak terlepas dari keberanian para pemain mudanya untuk berkarier di liga-liga top Eropa sejak usia dini.
Mengutip Transfermarkt; beberapa pemain timnas Jepang yang berkarier di Eropa seperti Takefusa Kubo (Real Sociedad), Daichi Kamada (Lazio), dan Wataru Endo (Liverpool).
Melansir situs web FIFA Museum, manga Captain Tsubasa yang pertama kali dirilis pada 1981 menjadi fenomena global yang membangkitkan gairah sepak bola di Jepang dan dunia.
Serial ini memainkan peran krusial dalam membentuk budaya sepak bola, terutama di wilayah yang olahraganya masih dalam tahap perkembangan.
Banyak pemain top, termasuk Hidetoshi Nakata mengakui bahwa Captain Tsubasa telah memicu kecintaannya pada sepak bola.
Baca juga:
Timnas Jepang dan para suporternya secara konsisten meninggalkan stadion dan ruang ganti dalam keadaan bersih setelah pertandingan.
Pemain bahkan sering meninggalkan catatan terima kasih dalam berbagai bahasa untuk staf stadion.
Praktik ini berakar pada nilai budaya Jepang yang disebut atarimae (当たり前).
Konsep ini berarti bahwa menjaga kebersihan, bertanggung jawab, dan menghormati lingkungan adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan, bukan suatu tindakan istimewa.
Bagi mereka, tidak melakukannya justru merupakan hal yang aneh.
Dampaknya sangat positif; terlepas dari hasil pertandingan, tim dan penggemar Jepang selalu mendapatkan pujian atas sikap mereka.
Banyak pengagum di seluruh dunia yang tidak hanya terpukau oleh performa permainan mereka, tetapi juga oleh sikap dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Kebiasaan menjaga kebersihan ini telah ditanamkan sejak dini di Jepang, khususnya di lingkungan sekolah.
Setiap kelas memiliki jadwal piket untuk menyapu, mengelap meja, dan merapikan papan tulis secara bergantian.
Sumber:
View this post on Instagram