Saat itu pukul 19.00 lewat sedikit. Kereta komuter masih penuh dengan para pegawai yang mengenakan jas gelap seragam.
Banyak dari mereka turun di stasiun berikutnya bukan untuk langsung pulang, tapi mampir sebentar ke supermarket terdekat.
Mereka bukan berbelanja untuk stok mingguan, melainkan berburu stiker merah bertuliskan diskon 30 persen, setengah harga, atau sekadar tulisan タイムセール (time sale).
Bagi ribuan orang Indonesia yang tinggal, belajar, atau bekerja di Jepang, ritual malam seperti ini bukan sekadar hobi; melainkan strategi bertahan hidup.
Pasalnya, rata-rata harga makanan di Jepang 43 persen lebih mahal dibanding Indonesia, menurut data Survei Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga 2023 oleh Biro Statistik Jepang.
Baca juga:
Time sale adalah diskon terbatas waktu, biasanya berlangsung satu atau dua jam untuk makanan siap saji, roti, atau produk segar menjelang toko tutup.
Praktik ini diatur ketat, pengecer harus mengikuti pedoman label harga dari Badan Urusan Konsumen Jepang agar diskon tidak menyesatkan.
Dengan begitu, toko bisa menjual stok yang mudah rusak sebelum kedaluwarsa.
Pembeli pun bisa membawa pulang makanan dengan harga jauh lebih murah dibanding membelinya pada siang hari.
Fenomena ini bisa dipahami lewat beberapa data.
Statistik Penjualan Komersial dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang menunjukkan; harga bahan pokok naik 2,7 persen secara tahunan pada paruh pertama 2024, kenaikan tercepat sejak 2015.
Selain itu, Survei Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga 2023 mencatat rumah tangga di perkotaan Jepang mengalokasikan rata-rata 27 persen dari penghasilannya untuk makanan.
Angka itu naik 1,2 persen dari tahun sebelumnya.
Gabungan data ini menjelaskan mengapa supermarket gencar memberikan diskon di malam hari dan mengapa pendatang Indonesia mengandalkan kesempatan ini.
Dalam supermarket, ada beberapa etiket yang perlu dipahami.
Pertama, tunggu stiker diskon muncul jangan buka kemasan atau minta diskon lebih awal ke staf, karena dianggap tidak sopan.
Kedua, ambil sesuai kebutuhan. Menghabiskan semua bento setengah harga bisa memancing tatapan negatif, terutama di lingkungan keluarga.
Ketiga, periksa tanggal kedaluwarsa. Meskipun masih aman, sebaiknya makanan tersebut langsung dikonsumsi malam itu juga.
Terakhir, antri dengan tertib. Toko Jepang sangat menjunjung tinggi antrian rapi; menyela bisa berujung teguran lisan.
Aturan tak tertulis ini sejalan dengan prinsip perdagangan adil di Jepang dan menjaga kenyamanan semua pihak.
Namun, ada tantangan yang sering dialami oleh orang Indonesia. Dari segi bahasa, “半額” (hangaku) berarti “setengah harga,” sedangkan “割引” (waribiki) artinya diskon umum.
Salah membaca kanji ini bisa membuat kehilangan kesempatan promo. Selain itu, lokasi juga menjadi kendala.
Di kota kecil, supermarket terdekat bisa berjarak beberapa kilometer sehingga biaya transportasi bisa menghapus keuntungan diskon.
Tak kalah penting, stok yang terbatas membuat barang favorit cepat habis, karena warga lokal juga berburu diskon yang sama.
Banyak migran mengatasi hal ini dengan membentuk grup LINE yang berbagi informasi diskon secara real-time di lingkungan mereka.
Time sale malam juga membawa dampak sosial dan lingkungan.
Jepang berkomitmen mengurangi sampah makanan rumah tangga hingga separuh, menjadi 2,44 juta ton pada 2030.
Time sale menjadi salah satu strategi kunci untuk menjaga makanan tidak terbuang ke tempat sampah sekaligus menekan pengeluaran konsumen.
Jadi, saat pekerja Indonesia mengambil nampan sushi setengah harga pada pukul 20.45, mereka dapat menghemat uang sekaligus turut mendukung tujuan keberlanjutan Jepang.
Menguasai pola time sale merupakan pencapaian kecil tapi bermakna dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan di Jepang.
Dari situ, diaspora Indonesia belajar tiga hal penting yaitu ketepatan waktu, menghormati ketertiban ruang publik, dan menghargai makanan sebagai sumber daya terbatas.
Di tengah biaya hidup yang semakin mahal dan jadwal kerja yang padat, berburu stiker diskon merah jadi cara hemat yang penting.
Selain mengurangi pengeluaran, kebiasaan ini juga membantu pendatang merasa lebih dekat dengan budaya Jepang tanpa kehilangan identitasnya.
Sumber:
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Mei 2025)
View this post on Instagram