Baca juga:
Pada awal memutuskan menjadi petani bersama suaminya, Rina tidak langsung turun ke ladang, melainkan membantu packing dan mengikat sayuran di gudang.
“Teteh tidak langsung ke lapangan, misalnya ke ladang, tapi di gudang. Dari situ mulai melihat langsung, ternyata bertani di Jepang begini-begini,” ungkap Rina.
Rina belajar pertanian mulai dari awal dan menekuninya selama 23 tahun.
Hingga saat ini, ia mengelola sekitar 13 hektare lahan, yang sebagian merupakan lahan sewaan dari tetangga di Jepang.
“Lahan yang saya kelola sekarang sekitar 13 hektare, tetapi sebagian merupakan lahan sewaan dari tetangga di sini yang juga saya budidayakan,” ujarnya.
Ia menanam berbagai jenis tanaman, seperti daun bawang sebagai produk unggulan, kemudian lobak, wortel, kentang, dan bayam.
Rina juga mengungkapkan bahwa saat ini ia mempekerjakan 11 orang, yang terdiri dari empat karyawan asal Indonesia.
Tiga orang dari mereka mengikuti program Tokutei Ginou atau Specified Skilled Worker (SSW) dan satu orang dari program magang (Ginou Jisshu).
Selain itu, dua karyawan tetap adalah warga Jepang. Sementara sekitar lima orang lainnya bekerja paruh waktu sebagai pekerja sampingan atau arubaito.
Kini, Matsubara Farm yang ia kelola bersama suaminya menjadi mitra strategis pemerintah daerah setempat di Prefektur Toyama untuk memasok sayuran bagi program makan siang sekolah Jepang, Kyushoku.
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram