Seorang perempuan asal Filipina mendapat sorotan publik Jepang setelah para penyidik dari Kepolisian Prefektur Gunma dan petugas dari Badan Layanan Imigrasi menangkapnya di apartemen.
Ia ditangkap atas dugaan melanggar Undang-Undang Pengendalian Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi karena tidak memperpanjang atau mengubah izin tinggal setelah masa berlaku visa habis.
Pada hari yang sama, tiga warga Filipina lainnya juga ditahan karena melanggar hukum imigrasi.
Keempatnya ditahan karena memasuki Jepang dengan status pengunjung jangka pendek (short-term visitors) atau sebagai peserta magang teknis, lalu tinggal melebihi masa berlaku visa.
Melansir The Mainichi pada Senin (28/4/2025); mereka akan menjalani interogasi, penahanan, dan deportasi kembali ke negara asal.
Menurut Kementerian Kehakiman Jepang pada 2024, sebanyak 18.908 warga asing dideportasi oleh kantor imigrasi karena melanggar hukum pengendalian imigrasi.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 90 persen atau 17.746 orang disebabkan karena melewati masa berlaku visa.
Warga asing menyumbang 12,2 persen dari pelanggaran pidana dan dan undang-undang khusus di Prefektur Gunma pada tahun yang sama.
Angka ini juga mencakup pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara Jepang.
Berdasarkan rasio, Gunma menduduki peringkat pertama secara nasional dalam kasus kejahatan yang melibatkan warga asing antara 2019 hingga 2023.
Pada 2024, Gunma berada di peringkat kedua.
Baca juga:
Penegakan hukum terhadap warga asing yang melewati masa berlaku visa sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Namun, banyak pihak yang mulai mempertanyakan pendekatan penanganan dan penahanan yang diterapkan.
Sebuah kuil Buddha Vietnam di Honjo, Prefektur Saitama, menyediakan tempat berlindung bagi warga Vietnam yang kesulitan di Jepang.
Kuil ini sering dikunjungi oleh peserta magang teknis yang mencari saran terkait perundungan.
Selama pandemi Covid-19, Kuil Daionji menampung gelombang warga Vietnam yang tiba-tiba diberhentikan dari pekerjaan dan tidak bisa kembali ke negara asal mereka.
Salah satu biksuni, Thich Tam Tri, menyebut bahwa beberapa orang tinggal melebihi masa visa karena keadaan.
Namun, stigma muncul seperti seolah mereka melakukan kejahatan.
"Ada orang yang tinggal melebihi masa visa karena keadaan yang tidak dapat dihindari. Sulit di bawah hukum Jepang saat ini, tetapi saya berharap mereka diberi kesempatan kedua,” kata Tam Tri mengutip The Mainchi, Senin (28/4/2025).
Sementara itu di luar Jepang, tidak memiliki status tinggal yang sah bukanlah 'kejahatan' dalam arti yang sama seperti kekerasan, pencurian, atau pelanggaran pidana lainnya.
Pada 1975, Majelis Umum PBB meminta penggunaan istilah yang lebih netral.
Begitu pula pada 2009, Parlemen Eropa mendorong penggunaan istilah seperti 'imigran tidak berdokumen' atau 'imigran irreguler' alih-alih 'imigran ilegal'.
Berdasarkan laman Kementerian Luar Negeri Jepang, Senin (10/2/2025), secara umum ada dua jenis visa untuk pendatang.
Pertama, short-term stay yakni kunjungan hingga 90 hari untuk tujuan wisata, bisnis, mengunjungi teman atau saudara, dan lainnya.
Visa ini tidak termasuk kegiatan yang menghasilkan pendapatan/bekerja.
Kemudian, work or long-term stay bagi warga asing yang tinggal di Jepang untuk bekerja selama lebih dari 90 hari.
Menurut laman Kepolisian Prefektur Chiba, pendatang harus memiliki sertifikat pendaftaran orang asing selama tinggal di Jepang.
Kamu juga tidak diperbolehkan untuk melebihi masa tinggal yang diizinkan atau terlibat dalam kegiatan yang tidak disetujui dalam status hukum yang diberikan oleh Biro Imigrasi.
Melebihi masa tinggal yang diizinkan dapat dihukum dengan penjara tidak lebih dari tiga tahun atau denda tidak lebih dari 3 juta yen (Rp 348 juta-an).
Sumber:
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram