Harga beras di Jepang capai rekor tertinggi pada April sebesar 4.217 yen (sekitar Rp 500 ribu) per 5 kilogram. Diaspora Indonesia sebut kenaikan harga beras bikin pengeluaran untuk kebutuhan hidup jadi terhimpit.
Salah satu diaspora Indonesia yang menjadi Ketua PPI Komisariat Okinawa periode 2024-2025 Pingkan Afgatiani berbagi cerita tentang bagaimana dirinya mengganti nasi dengan sumber karbohidrat lain
"Saya makan sumber karbo selain nasi, seperti ubi, kentang, labu, dan lainnya," kata Pingkan saat dihubungi oleh Ohayo Jepang, Senin (28/4/2025).
Ia yang sudah 2,5 tahun tinggal di Okinawa ini juga menuturkan, teman-teman sesama diaspora selalu mencari cara agar bisa mendapatkan beras dengan harga sedikit lebih murah.
Para diaspora pelajar Indonesia rela mengunjungi berbagai supermarket di daerah Jepang Selatan tersebut.
"Paling mentok effort-nya yaitu bandingin harga dari satu toko ke toko lain," kata Pingkan.
Menurut Pingkan, kenaikan harga yang berlangsung selama satu tahun ini adalah yang tertinggi selama ia studi di Jepang.
Pada 2022, ia masih bisa membeli beras dengan kualitas bagus seharga 2.000 yen setara 5 kilogram.
Namun saat ini, rata-rata harga beras sudah di atas 4.000 yen.
Baca juga:
Cerita lainnya datang dari Ketua Divisi Advokasi Ikatan Perawat Muslim Indonesia (IPMI) Jepang, Ahmad Naeni, yang menyebut dirinya sangat terdampak kenaikan harga beras di Jepang.
Harga beras yang sudah naik 2.139 yen dibandingkan tahun lalu berdasarkan Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang ini bikin Ahmad memutar otak untuk bisa menekan biaya hidup.
"5 kilogram beras sudah mencapai Rp 500.000 kira-kira," katanya saat dihubungi Ohayo Jepang, Senin (28/4/2025).
Ia akhir-akhir ini tidak lagi selalu memakan nasi sebagai makanan utama sehari-hari demi bisa mengirit pengeluaran.
Sebagai gantinya, Ahmad mengaku mulai makan ramen dan udon.
"Saya ganti nasi dengan ramen ataupun udon," ujar Ahmad.
Tak hanya irit, ia yang telah menjadi perawat lansia di Jepang selama 11 tahun ini rela mengecilkan uang tabungannya karena tuntutan kenaikan harga kebutuhan pokok.
"Menabung tetapi sedikit," ujarnya sambil membenarkan tabungannya dipangkas.
Kondisi kenaikan harga kebutuhan pokok di Jepang ini juga membuatnya harus lebih selektif dalam mengatur keuangan.
Diaspora Indonesia Nurhanifah yang membuka restoran Padang Amanah Mande di Kanagawa turut merasakan langsung dampak lonjakan harga beras selama setahun terakhir.
Sebagai pelaku usaha kuliner yang mengandalkan nasi sebagai komponen utama dalam hampir semua hidangan, ia mengaku situasi ini membuatnya kewalahan.
"Berat, mau naikin harga, baru akan (rencana)," ujar Nurhanifah saat dihubungi Ohayo Jepang, Senin (28/4/2025).
Di satu sisi, harga beras terus melonjak, tetapi di sisi lain, menaikkan harga makanan bisa berdampak pada pelanggan yang sudah terbiasa dengan tarif sebelumnya.
Nurhanifah juga mengungkapkan belum ada bantuan konkret dari Pemerintah Jepang bagi pelaku usaha seperti dirinya dalam menghadapi masalah kenaikan harga pangan ini.
Tanpa subsidi atau dukungan kebijakan, ia harus berpikir kreatif agar usahanya tetap bertahan tanpa mengorbankan kualitas makanan atau kehilangan pelanggan setia.
Sampai saat ini, Pemerintah Jepang melakukan upaya lelang cadangan beras darurat yang sudah disalurkan sebanyak 140.000 ton pada Tahap I demi menekan harga di rak-rak supermarket.
Adapun lelang Tahap III akan dialokasikan sebanyak 100.000 ton yang berlangsung pada 23–25 April.
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram