Menjadi pekerja migran di Jepang dengan status Specified Skilled Worker (SSW) bukan sekadar mencari penghasilan.
Pengalaman ini menjadi proses adaptasi, pembelajaran, dan pertumbuhan pribadi.
Etos kerja Jepang yang terkenal ketat, kedisiplinan, serta profesionalisme yang berbeda dengan Indonesia menjadi tantangan sekaligus pembelajaran berharga.
Perjalanan Widy sebagai pekerja SSW telah memasuki akhir dalam seri ini.
Namun, pengalaman dan pelajaran yang ia dapatkan selama bekerja di Jepang menyisakan pesan penting bagi siapa pun yang ingin menempuh jalur serupa.
Seri ini akan berlanjut dengan menghadirkan kisah dari Ifah, pekerja migran asal Indonesia lainnya yang tengah menapaki perjalanan serupa di Jepang.
Jepang memiliki sistem kerja yang rapi dan terstruktur. Sejak hari-hari pertama bekerja, Widy menyadari bahwa kebiasaan lamanya tidak lagi bisa diterapkan.
Di Indonesia, ia pernah menutupi kesalahan kecil, mengambil keputusan sendiri tanpa berkonsultasi, atau menghindari masalah dengan menyampaikan informasi yang tidak sepenuhnya benar.
Namun, sistem kerja di Jepang tidak memberi ruang untuk itu. Setiap pekerjaan dipantau secara rinci, dan kesalahan sekecil apa pun dapat berdampak besar.
Menurut Widy, kondisi ini membuatnya belajar pentingnya kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi, serta tanggung jawab penuh terhadap pekerjaan.
Ia mengaku mengalami perubahan besar dalam cara ia bekerja dan bersikap. Disiplin menjadi bagian dari rutinitas, bukan lagi sekadar tuntutan.
“Budaya kerja di Jepang membuat saya lebih disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Itu mengubah banyak hal dalam diri saya,” ujar Widy.
Perubahan itu tidak hanya terjadi dalam ranah profesional. Ia juga mulai memperhatikan cara membawa diri.
Di tempat kerjanya, ia melihat bagaimana rekan-rekannya di Jepang selalu tampil rapi, menjaga penampilan, dan bersikap profesional bahkan dalam hal kecil.
Perlahan, ia pun mulai membentuk kebiasaan serupa. Ia merasa tampil lebih percaya diri dan siap menghadapi pekerjaan setiap harinya.
Baca juga:
Salah satu hal yang cukup mengejutkan Widy adalah bagaimana rekan kerja di Jepang terbiasa mengakui kesalahan secara terbuka.
Hal ini berbeda dengan kebiasaan di tempat asalnya, di mana kesalahan kerap dianggap sebagai sesuatu yang memalukan.
Ia menilai, keterbukaan tersebut didukung oleh sikap atasan yang cenderung sabar dan tidak langsung menyalahkan.
Ketika ada kesalahan, para pemimpin di tempat kerjanya tidak memberi tekanan secara emosional, melainkan membantu bawahan memahami akar masalah dan memperbaikinya.
Menurut Widy, pendekatan semacam ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan mendukung proses pembelajaran.
Ia pun merasa lebih nyaman untuk jujur dan tidak menyembunyikan hal-hal yang seharusnya disampaikan.
Selain pembelajaran soal etos kerja dan budaya profesional, Widy juga mencatat beberapa hal lain yang membuat hidup di Jepang berkesan.
Salah satunya adalah sistem transportasi publik yang efisien dan terintegrasi. Ia merasa bebas menjelajah kota-kota baru tanpa khawatir terjebak macet.
Hal lain yang ia soroti adalah sistem komunikasi antara atasan dan karyawan yang dikenal sebagai mendan.
Setiap karyawan mendapat kesempatan bertemu langsung dengan atasan secara rutin untuk membahas karier, masalah pekerjaan, atau hal pribadi yang relevan.
“Saya sangat menghargai sistem komunikasi yang terstruktur seperti mendan. Itu membantu menciptakan hubungan kerja yang sehat dan saling memahami,” kata Widy.
Ia merasa, mendan menjadi ruang aman untuk menyampaikan pendapat, sekaligus ajang untuk tumbuh bersama dengan bimbingan yang tepat.
Kini, setelah menjalani berbagai tantangan, Widy merasa bahwa pengalaman bekerja di Jepang telah membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat.
Ia mengaku lebih mandiri, disiplin, dan mampu menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang.
Ia berpesan agar siapa pun yang ingin bekerja di Jepang siap menghadapi tantangan dan mau belajar dari budaya baru.
“Perjalanan ini memang tidak mudah. Tapi justru di situlah pelajarannya. Kita tumbuh melalui proses yang sulit, dan pada akhirnya, semua itu menjadi bekal berharga seumur hidup,” tutup Widy.
Kisah Widy telah mencapai akhir, tetapi SSW Series belum selesai.
Dalam episode selanjutnya, pembaca akan diajak mengikuti perjalanan Ifah, pekerja SSW asal Indonesia yang tengah membangun kehidupannya di Jepang.
Cerita tentang ketangguhan, adaptasi, dan pencarian jati diri kembali akan hadir.
Konten ditulis oleh Karaksa Media Partner (Februari 2025)
View this post on Instagram