Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Worklife

Hidup dan Bekerja di Jepang, Cara Pekerja SSW Adaptasi Bahasa dan Budaya

Kompas.com - 10/03/2025, 15:15 WIB

Bagi banyak orang, Jepang adalah negara impian yang menjanjikan kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Namun, bagi para pekerja migran seperti Widy, Jepang bukan hanya tentang gaji tinggi atau pekerjaan yang lebih stabil, melainkan juga perjalanan panjang penuh perjuangan, adaptasi, dan pelajaran hidup yang tak terduga.

Widy sudah empat tahun tinggal di Jepang sebagai pekerja SSW.

Seperti kebanyakan perantau, ia datang dengan harapan besar, tetapi juga dengan ketakutan yang tak terelakkan.

Bahasa yang asing, budaya yang berbeda, dan sistem kerja yang sangat disiplin adalah tantangan yang harus ia taklukkan setiap hari.

Namun, di balik semua itu, ada hal-hal yang membuatnya tetap bertahan dan terus berkembang.

Baca juga:

Bahasa Jepang: Dari Kebingungan hingga Percaya Diri

Bahasa Jepang menjadi salah satu rintangan terbesar bagi pekerja asing.

Awalnya, percakapan orang Jepang bagi Widy seperti mendengar sekumpulan kata yang tak ada hubungannya satu sama lain.

Setiap percakapan terasa seperti teka-teki yang sulit dipecahkan.

“Aku dulu mencoba belajar sendiri, tapi karena nggak tahu harus mulai dari mana, akhirnya aku sering menunda-nunda. Aku pikir, ‘Ah, besok aja belajarnya.’ Tapi besok jadi lusa, lusa jadi minggu depan, dan aku nggak berkembang sama sekali,” kenangnya.

Widy akhirnya memutuskan untuk mengambil kursus online dengan guru asli Jepang.

Dari sana, ia mulai memahami dasar-dasar bahasa dengan lebih terstruktur.

Namun, apa yang ia pelajari di kelas ternyata berbeda dengan praktek di tempat kerja.

“Bahasa yang kupelajari di kelas terdengar sangat sopan dan formal. Tapi di tempat kerja, aku harus memahami bahasa yang lebih praktis, lebih cepat, dan kadang penuh istilah khusus,” ungkapnya.

Widy pun mulai mencatat kata-kata yang sering muncul dalam pekerjaan sehari-hari di ponselnya.

Dari kata-kata sederhana seperti ‘Daijoubu’ (tidak apa-apa) hingga istilah teknis di tempat kerja, ia berusaha menghafal dan menerapkannya dalam percakapan sehari-hari.

Tanpa disadari, kini ia bisa berbicara lebih percaya diri, bahkan kadang menggunakan bahasa Jepang secara refleks saat berbicara dengan sesama orang Indonesia.

Antrean panjang di depan Mouko Tanmen bahkan sebelum kedai buka
Antrean panjang di depan Mouko Tanmen bahkan sebelum kedai buka

Culture Shock di Jepang: Antre dan Tatemae

Selain bahasa, budaya Jepang juga memberi banyak kejutan bagi Widy. Ada hal yang membuatnya terkesima, tetapi ada pula yang membutuhkan waktu untuk menerimanya.

“Hal yang paling bikin aku kaget adalah betapa tertibnya orang Jepang saat mengantre. Di supermarket, stasiun, atau konbini. Semuanya mengantre dengan sabar. Bahkan pria tua pun rela menunggu tanpa protes,” katanya dengan kagum.

Namun, ada juga budaya kerja yang awalnya sulit dipahami.

Salah satunya adalah konsep ‘Tatemae,’ yaitu kebiasaan orang Jepang untuk selalu menjaga harmoni dalam komunikasi mereka.

Atasan dan rekan kerja selalu tersenyum meskipun Widy melakukan kesalahan, sesuatu yang membuatnya awalnya merasa bingung dan cemas.

“Aku takut banget pas pertama kali bikin kesalahan. Aku kira aku bakal dimarahi. Tapi atasan dan rekan-rekan kerja malah tetap tersenyum. Aku jadi berpikir, ‘Apa mereka nggak marah? Apa aku nggak dianggap serius?’” ujarnya.

Seiring waktu, Widy mulai memahami bahwa itu adalah cara orang Jepang menjaga hubungan kerja tetap harmonis.

Namun, di balik senyuman itu, ada harapan agar setiap orang bisa belajar dari kesalahan tanpa harus menciptakan ketegangan di tempat kerja.

Baca juga:

Ilustrasi orang Jepang mengobrol. Mereka biasanya menghilangkan subjek dalam kalimat, langsung menggunakan kata kerja.
Ilustrasi orang Jepang mengobrol. Mereka biasanya menghilangkan subjek dalam kalimat, langsung menggunakan kata kerja.

Perkembangan Selama Empat Tahun

Kini, setelah empat tahun bekerja di Jepang, Widy melihat ke belakang dan menyadari betapa jauhnya ia telah melangkah.

Dari seseorang yang takut bicara dalam bahasa Jepang, kini ia bisa berkomunikasi dengan nyaman. 

Dari seseorang yang merasa tertekan oleh budaya kerja baru, kini ia telah menemukan cara untuk beradaptasi dan berkembang.

“Dulu aku merasa hidup dan bekerja di Jepang itu susah banget. Setiap hari rasanya seperti ujian yang nggak ada habisnya. Tapi setelah melewati semuanya, aku sadar kalau aku jauh lebih kuat dari yang aku kira,” ungkapnya dengan senyum bangga.

Saat kami bertanya apakah ia punya pesan untuk orang-orang yang ingin bekerja di Jepang, Widy menjawab dengan penuh keyakinan.

“Bersabarlah dalam belajar bahasa Jepang. Tidak ada yang instan, semua butuh proses. Awalnya memang berat, tapi kalau kita terus berusaha, semuanya akan terasa lebih mudah. Jangan takut dengan tantangan, karena di baliknya ada kesempatan untuk tumbuh dan berkembang,” pungkas Widy.

Jangan lewatkan kisah Widy selanjutnya di SSW Series!

Ohayo Jepang akan mengupas lebih dalam pengalaman para pekerja SSW Indonesia di Jepang.

Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Februari 2025)

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.