Layanan pelanggan memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman sehari-hari kita, baik di restoran, supermarket, maupun toko serba ada.
Setelah tinggal di Jepang untuk beberapa waktu, saya terbiasa dengan layanan serba cepat dan efisien di hampir setiap tempat.
Namun, saat kembali ke Indonesia baru-baru ini, saya menyadari beberapa perbedaan pada cara orang Indonesia melayani pelanggan.
Meskipun Indonesia menawarkan pelayanan yang hangat dan ramah, saya kaget karena temponya lebih lambat, terutama saat memesan makanan dan belanja.
Baca juga:
Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah dalam pelayanan di restoran.
Saat berada di Indonesia, saya pergi ke restoran kari di dalam mal dan harus menunggu cukup lama hanya untuk memesan makanan.
Walau cuma ada dua kelompok kecil di depan saya, tapi butuh waktu cukup lama hingga giliran saya tiba.
Restoran tersebut hanya memiliki satu kasir untuk menerima pesanan yang menyebabkan pelayanan lambat.
Setelah akhirnya memesan, saya harus menunggu lagi sampai makanan dihidangkan.
Meskipun makanannya lezat dan layak ditunggu, secara keseluruhan saya menyadari betapa lambatnya pelayanan di Indonesia dibandingkan dengan Jepang.
Saya telah lama tinggal di Indonesia, dan ketika kembali ke sana, saya baru menyadari bahwa layanan di Indonesia memang sangat lambat.
Sebaliknya, restoran di Jepang sangat mengutamakan kecepatan dan efisiensi.
Baik di restoran cepat saji maupun tempat makan kasual, pesanan diambil dan diproses dengan cepat.
Banyak restoran yang menggunakan sistem swalayan atau pemesanan digital, sehingga pelanggan tidak perlu mengantre lama.
Selain itu, proses persiapan makanan diatur sedemikian rupa agar pelanggan dapat menerima pesanan mereka secepat mungkin.
Efisiensi ini sangat terlihat di restoran ramen dan sushi conveyor belt, di mana makanan sering kali disajikan hanya dalam hitungan menit setelah dipesan.
Perbedaan lain yang saya amati adalah di supermarket dan toko serba ada. Kasir di Jepang sangat cepat dalam memindai barang.
Selain itu, supermarket di dekat rumah saya mewajibkan pelanggan untuk memasukkan barang belanjaan mereka sendiri ke dalam kantong belanja.
Meskipun antrean panjang, waktu tunggu tetap minimal karena prosesnya sangat efisien.
Pelanggan juga diharapkan sudah menyiapkan pembayaran mereka, baik tunai maupun melalui metode pembayaran elektronik, sehingga transaksi dapat berjalan lebih cepat.
Selain itu, banyak toko serba ada di Jepang yang dilengkapi dengan mesin self-checkout, memungkinkan pelanggan menyelesaikan pembelian mereka dengan lebih cepat.
Namun, pengalaman saya di supermarket di Indonesia cukup berbeda. Meskipun kasir hanya melayani sedikit pelanggan, prosesnya memakan waktu lebih lama dari yang saya harapkan.
Salah satu penyebab keterlambatan ini adalah kebiasaan pelanggan Indonesia yang sering menambahkan barang secara mendadak.
Hal ini cukup umum terjadi, orang yang sedang mengantre tiba-tiba mendapat tambahan barang dari teman atau anggota keluarganya, sehingga memperlambat proses bagi pelanggan lain di belakangnya.
Pendekatan ini memang lebih fleksibel dan mengakomodasi kebutuhan pelanggan, tetapi juga membuat pelanggan lain harus mengantre lebih lama.
Mengalami kedua gaya layanan pelanggan ini memberi saya perspektif baru mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem.
Sistem di Jepang sangat efisien, memastikan bahwa pelanggan dapat menyelesaikan aktivitas mereka dengan cepat tanpa penundaan yang tidak perlu.
Sementara itu, pendekatan di Indonesia lebih mengutamakan fleksibilitas dan interaksi dengan pelanggan.
Pengalaman ini mengajarkan saya untuk menghargai kedua gaya layanan tersebut, dengan memahami bahwa masing-masing mencerminkan nilai budaya dari negara tempatnya berada.
Ulasan di atas disampaikan oleh Ai Rai yang menyukai drama, film, novel, dan komik dengan favoritnya adalah Detective Conan.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Februari 2025)
View this post on Instagram