Tinggal di asrama mungkin terdengar monoton jika hanya dianggap sebagai tempat istirahat dan makan.
Namun, Ifah dan teman-teman sesama penghuni asrama berhasil menjadikannya lingkungan yang mendukung dan penuh kehangatan, meskipun jauh dari rumah.
Kali ini, kita akan mendalami kehidupan asrama mereka untuk memahami bagaimana mereka tetap saling terhubung dan membangun rasa kebersamaan.
Salah satu cara terbaik untuk mempererat hubungan adalah melalui makan bersama.
Namun, bagi Ifah dan teman-teman asramanya, koneksi mereka melampaui sekadar berbagi makanan.
“Kami di sini tidak punya kelompok atau geng tertentu. Semua orang dekat secara alami, dan kami memiliki rasa kebersamaan yang sama. Tidak ada yang bertengkar atau merasa terisolasi sampai ingin pulang,” jelas Ifah dengan nada serius.
Ifah menambahkan, “Kami punya grup chat, dan kadang belanja bareng kalau malas pergi sendiri. Ada yang pesan bahan makanan, lalu tanya ke yang lain apakah ada yang mereka butuhkan.”
Hal-hal kecil seperti belanja bersama atau pesan makanan mungkin terlihat sepele, tetapi menunjukkan bahwa penghuni asrama hidup harmonis dan saling mendukung.
Baca juga:
Kami bertanya kepada Ifah tentang solidaritas yang pernah ia saksikan di antara sesama penghuni asrama.
Tanpa ragu, ia berbagi beberapa contoh tentang bagaimana mereka saling terhubung.
“Kadang, meskipun jadwal kerja kami berbeda, kami masih sempat bertanya, ‘Kapan kamu berangkat? Ayo bareng!’ Setelah kerja, kami juga sering berbagi cerita dan biasanya saling memahami pengalaman masing-masing,” ujar Ifah sambil tersenyum kecil.
Kami juga bertanya apakah penghuni asrama pernah mengadakan acara atau perjalanan bersama.
“Sayangnya, tidak. Kami tidak terlalu bersemangat untuk merencanakan perjalanan atau acara sendiri. Kalau ada acara, biasanya itu diadakan oleh perusahaan. Hampir semua dari kami hadir, biasanya di tempat seperti lounge yang dimiliki atau disewa oleh perusahaan,” tambah Ifah.
Meskipun jarang, acara ini menjadi kesempatan bagi penghuni asrama untuk berkumpul dalam skala yang lebih besar dan memperkuat rasa kebersamaan.
Walaupun sulit untuk mengatur waktu untuk kegiatan bersama di luar karena perbedaan jam kerja, mereka tetap berusaha menciptakan momen kebersamaan di asrama.
Terkadang, mereka memasak dan makan bersama yang dapat mengisi perut, sekaligus mempererat hubungan.
Cara itu menghadirkan kehangatan di tengah kesibukan, dan membuat asrama terasa lebih seperti rumah.
Pekerja SSW di Jepang berasal dari berbagai negara, kami penasaran tentang interaksi Ifah dengan pekerja dari negara lain.
“Tentu, kami sering berinteraksi, terutama karena beberapa atasan kami berasal dari India atau Filipina. Untungnya, komunikasi tidak terlalu sulit karena kami semua menggunakan bahasa Jepang," ucap Ifah.
"Untuk staf sesama pekerja, kami saling mengenal, tetapi karena tidak bekerja dalam tim yang sama, kami jarang bertemu atau berbicara banyak. Tapi, saat bekerja, karena kami melakukan tugas yang mirip, kami merasa ada koneksi dan bisa saling memahami,” tambah Ifah.
Meskipun bekerja secara profesional dan fokus pada tugas, pekerja SSW dari berbagai latar belakang tetap merasa solid karena pemahaman yang sama tentang tanggung jawab.
Meskipun batasan profesional tetap dijaga, Ifah menekankan bahwa lingkungan kerja tidak terasa tegang.
Semua orang fokus menyelesaikan tugas tepat waktu, memastikan alur kerja berjalan lancar dan efisien.
Melalui pengalaman bersama di asrama dan tempat kerja, Ifah dan sesama pekerja SSW membangun komunitas suportif. Semua orang merasa diterima dan terhubung meskipun jauh dari rumah.
Dalam artikel berikutnya, kita akan menjelajahi cara Ifah menjaga keseimbangan kehidupan profesional dan personalnya, mengelola rutinitas sebagai SSW sambil tetap terhubung dengan akar budayanya.
Ikuti terus kisah Ifah di Ohayo Jepang!
Baca juga:
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Januari 2025)
View this post on Instagram